A. Latar Belakang
Islam masuk ke tanah Jawa melalui berbagai jalur
penyebaran yang masih mengundang perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah.
Meskipun demikian, di kalangan masyarakat Jawa hidup suatu kepercayaan tentang
peranan utama para wali (wali sanga) dalam penyebarannya di tanah Jawa.
Perkembangan kemudian yang dapat ditemui bahwa corak Islam yang berkembang di
Jawa adalah Islam yang berwujud ajaran-ajaran tasawuf. Hal ini diduga erat
berkaitan dengan kemiripan yang dipunyai ajaran tasawuf dengan unsur-unsur
mistik yang kuat di masyarakat peninggalan dari tradisi animisme hingga era
Hindu-Budha. Muncullah kemudian satu bentuk sinkretisme antara tasawuf Islam
dengan mistik kejawen atau kerap juga disebut kebatinan.
Dukungan politik keraton menjadi salah satu faktor
pendorong menguatnya ajaran kebatinan di kalangan masyarakat Jawa. Karya-karya
pujangga keraton menunjukkan satu aroma kebatinan yang kental. Salah satu
diantara pujangga keraton yang terbesar adalah Ranggawarsita. Seorang pujangga
yang mendapat posisi terhormat dalam tradisi kepustakaan Jawa. Kitabnya juga
banyak dijadikan rujukan dalam aliran kebatinan.
B. Permasalahan
Melalui observasi di museum Ranggawarsita Semarang,
tulisan ini mencoba membedah karakteristik Islam yang tampak dalam kitab Serat Wirid Hidayat Jati karya
Ranggawarsita. Tulisan ini juga akan menjabarkan mengenai pengaruh
pemikiran-pemikiran Ranggawarsita terhadap aliran kebatinan yang ada di
Indonesia.
PROFIL RANGGAWARSITA
Bagus Burhan, nama Ranggawarsita ketika muda, lahir pada tahun 1802. beliau
adalah keturunan pujangga istana Surakarta dari keluarga Yasadipura.. Semasa
kecil Bagus Burhan dididik di bawah asuhan kakeknya Yasadipura II. Beliau mengajarkan
padanya kesusasteraan . Beliau juga selalu didampingi oleh seorang pengasuh
yang sangat setia bernam Ki Tanujaya. Pengasuhnya ini kelak terus
mendampinginya dalam pengembaraan mencari ilmu.
Setelah genap dua belas tahun Bagus Burhan dikirim oleh kakeknya untuk
mengaji pada Kyai Imam Bestari di Pesantren Tegalsari, Ponorogo. Meskipun dia
kurang bersemangat dalam belajar bahasa Arab, Ranggawarsita mendapatkan suatu
pencerahan batin disana. Berawal dari tekanan batin yang dialaminya di
pesantren dia melakukan perenungan (samadi) hingga memperoleh satu pencerahan
dalam kalbunya sehingga dia secara tiba-tiba menjadi pandai dalam membaca dan
menafsirkan al Qur’an. Sebuah ilham yang dalam istilah Jawa disebut wahyu kapujanggan.
Sepulangnya dari pengembaraan belajar, Ranggawarsita memulai karirnya sebagai
pujangga istana dengan menjadi juru tulis di kantor kadipaten anom di Surakarta.
Sebagai pujangga istana, beliau termasuk penulis yang produktif. Beberapa karyanya
yang ternama dan masih dapat dijumpai sekarang adalah Suluk Saloka Jiwa, Suluk
Supanalaya, Serat Pamoring Kawula Gusti, Suluk Sukma Lelana, Serat Paramayoga,
dan Serat Wirid Hidayat Jati. Dalam khasanah pustaka Jawa, Ranggawarsita
mendapat kehormatan sebagai penutup pujangga Jawa sekaligus salah satu pujangga
terbesar di tanah Jawa.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan dan manfaat
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik
islam dalam kitab Serat Wirid Hidayat Jati karya Ranggawarsita. Sedangkan
manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemikiran-pemikiran
Ranggawarsita terhadap aliran kebatinan di Indonesia.
B. Waktu dan tempat penelitian
Peneliti melaksanakan penelitian pada hari Selasa, 16 Juli 2019 pukul 09:00 WIB di Museum
Ranggawarsita, jalan Abdul Rahman Saleh no 1 Semarang Jawa tengah.
C. Metodologi Penelitian
Peneliti menggunakan metode observasi untuk mengumpulkan
data-data yang diperlukan. Peneliti juga mengambil beberapa gambar yang terkait
dengan untuk membantu dalam menyusun penelitian ini.
D. Sumber Data
Sumber data yang diperoleh adalah berupa salah satu
dari kitab Ranggawarsita (Kitab Serat Wirid Hidayat Jati) serta beberapa refrensi
yang ada berkaitan dengan aliran kebatinan.
HASIL OBSERVASI
A. Kitab Serat Wirid Hidayat Jati
Nama Serat
Wirid Hidayat Jati sepertinya tidak diberikan langsung oleh Ranggawarsita
namun berasal dari penerbit yang menerbitkan karya ini kemudian. Nama tersebut
dimungkinkan berasal dari kalimat awal dalam kitab tersebut, Punika warahing Hidayat Jati. Lebih
lanjut Simuh menjelaskan bahwa kata wirid dalam tradisi kepustakaan Jawa
bermakna ajaran ilmu makrifat dalam bentuk prosa. Kata hidayat berarti petunjuk
sedangkan jati bermakna benar atau nyata.
Kitab ini ditulis pada tahun 1850 M sebagaimana
tampak dalam candra sengkala: Rongsong gawarga sinuta. Kata tersebut sesuai tradisi pustaka
Jawa menunjukkan tahun penulisan sekaligus menyimpan petunjuk tentang penulis
kitab yang tersembunyi di dalamnya (huruf tebal). Pertama kali diterbitkan
kembali dalam bentuk cetakan huruf Jawa oleh Administrasi Jawi Kandha di
percetakan Albert Rusch & Co pada tahun 1908.
Alwi Shihab menjelaskan bahwa secara singkat karya
ini berisi delapan masalah utama. Ajaran tersebut adalah tentang wujud Dzat
Tuhan yang mendahului segala wujud lain, mengadakan zat, keadaan zat, susunan
baitul makmur, susunan baitul muharram, susunan baitul muqaddas, pemantapan
iman, dan syahadat. Lebih lanjut ditambahkan bahwa isi ajarannya juga
menyiratkan ke-Mahakuasa-an Allah SWT. Risalah ini juga berisi tentang tata
cara pengajaran ilmu makrifat dan proses baiat murid terhadap guru.
Simuh menjelaskan bahwa kitab ini berisikan tentang
sifat, asma, dan af’al Dzat Tuhan. Ajaran lainnya terkait dengan penciptaan
manusia dan tujuan hidup manusia. Manusia diciptakan melewati tujuh martabat
yaitu sajaratul yakin- nur muhammad- mir’atul haya’i- ruh idlafi- kandil-
darrah- hijab sehingga tercipta tujuh unsur penyusun manusia yaitu hayyu
(atman)- nur- sirr (rahsa)- ruh (sukma)- nafsu- budi- jasad. Tujuan manusia
adalah untuk bersatu dengan Tuhan yang dapat dicapai dengan proses manekung (semacam latihan spiritual)
dengan disertai berbagai doa yang juga diajarkan dalam kitab. Meskipun
demikian, kesatuan yang sebenarnya hanya akan terjadi pada saat ajal manusia tiba.
Oleh karena itu, menurut Ranggawarsita mereka yang sudah menghadapi masa ajal
perlu melakukan manekung.
Sistematika Serat
Wirid Hidayat Jati terbagi menjadi lima bab (wirid). Pendahuluan berisikan
sumber-sumber ajaran yaitu wali-wali yang mengajarkannya (nasab keilmuan).
Wirid pertama berisi tata cara pengajaran ilmu makrifat, delapan wejangan
tentang Dzat, tata cara mempergunakan daya kekuasaan Dzat, serta hal-hal yang
terkait dengan hubungan guru dan murid. Bab kedua berisikan penjelasan tentang penciptaan
dan tajalli Dzat, penjelasan tentang baitul makmur, baitul muharram, dan baitul
muqaddas. Bagian berikutnya menjelaskan tanda-tanda kiamat (tanda-tanda
datangnya ajal) dan apa yang harus dilakukan dalam mempersiapkannya (manekung). Wirid keempat adalah ilmu
tentang kematian beserta penjelasan tentang beberapa istilah-istilah sebagai
perumpamaan yang terkait. Bagian terakhir berisi tahapan-tahapan terbentuknya
manusia dalam rahim hingga tahapan yang dilaluinya dalam kematian.
Pengaruh pemikiran Ranggawarsita tentang ajaran ketuhanan atau sering
disebut dengan ajaran mistik ( metafisiska) pada abad sembilan belas bahkan
sampai sekarang ini sangatlah dirasakan oleh penganut Kejawen, bahkan sebagain
besar mempengaruhi falsafah hidup orang Jawa tentang ketuhanan.
Pengaruh ini juga mewarnai pikiran dari aliran-aliran kebatian
atau Kejawen di Indonesia ini yang tergabung dalam Badan Kongres Kebatinan
Indonesia (BKKI) yaitu pada dasarnya mempercayai Tuhan Yang Maha Esa sebagai
pencipta alam semesta. Adapun pengaruh-pengaruh ajaran Ronggowarsito dalam Serat
Wirid Hidayat Jati nya antara lain:
1.
Sumarah
Mereka meyakini bahwa Dzat Tuhan Yang Maha Esa berada dalam manusia yang
diwakili oleh hidup (hayyu). Ini sama dengan Hidup manusia dikatakan katitipan
(mengandung) rahsa Dzat yang Agung. Karena manusia mengandung Dzat yang Agung,
maka Dzat yang agung itulah yang bersabda: “Tiada Tuhan kecuali Aku”, dengan
perantara mulut manusia
Menurut paham ini bahwa jiwa manusia itu adalah pletikan dari Tuhan.
Dalam Wirid Hidayat Jati di jelaskan secara gamblang mengenai proses penciptaan
alam semesta (termasuk manusia) dalam martabat tujuh. Sehingga warga
(paguyupan) Sumarah ini mengunakan konsep emanasi atau suatu mode bagaimana
yang mutlak atau infinite menjadi terbatas (finite), singkat kata menurut
Sumarah jiwa manusia mengalir dari Tuhan.
Paham Sumarah mempercayai bersatunya jiwa dengan zat Yang Maha Esa
(manunggaling kawula lan Gusti) dan ini salah satu dari unsur aliran kebatinan
manapun dan termasuk dari falsafah hidup Kejawen.
2. SUBUD
Susila Budi Darma (SUBUD) Sesuai dengan namanya Susila artinya :
budi-pekerti manusia yang baik, sejalan dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
Budhi artinya : daya kekuatan diri pribadi yang ada pada diri manusia. Dharma
artinya : penyerahan, ketawakalan dan keikhlasan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Maka paguyupan ini lebih mefokuskan ajaran mereka kepada Sangkan Paran sehingga
menuju titik punjak yaitu Manunggaling kawula lan Gusti dalam istilah mereka
terjadinya kontak dengan kekusaan Tuhan Yang Maha Esa sehingga menerima
getaran-getaran hidup yang menggetarkan rasa diri, dan kegetaran itu
menunjukkan gerak Tuhan. Sehingga segala perbuatan dan ucapannya berarti
kehendak dari Tuhannya. Kalau dalam Serat Wirid Hidayat Jati di terangkan bahwa
Lantaran Tuhan bersabda, mendengar, melihat, merasakan segala rasa, serta
berbuat mempergunakan tubuh manusia.
3. Pangestu
Paguyupan Ngesti Tunggal (Pangestu, dari aliran kebatinan yang dibahas di
atas, Pangestulah yang nampak jelas yang terpengaruhi dengan konsep ketuhanan
Ronggowarsito, yaitu dimana dalam konsep ketuhanan mereka, yang disebut
Tripurusha keadaaan satu yang bersifat tiga, sifat ini manunggal menjadi satu
dan tidak dipisah-pisahkan. Tripurusha merupakan sumber dari segala kebenaran
yang tak kenal ruang, batas dan waktu, serta asal usul dunia. Yang kemudian
dijabarkan menjadi suksma Kawekas yang dalam Wirid Hidayat Jati sebagai
Ahadiyat. Kemudian Suksma Sejati kalau dalam Wirid Hidayat Jati disebut Nur
Muhammad (wahdat), dan Sedangkan Roh Suci yang merupakan penciptaan sinar Tuhan
bisa dibandingkan dengan Roh Kudus, yang menjadi jiwa manusia sejati, dalam
Wirid Hidayat Jati adalah Roh Idlafi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuhan digambarkan sebagai Dzat yang berkehendak dan berkarya secara
aktif. Sebagai pencipta dan penguasa alam semesta dengan adanya sifat, asma,
dan af’al, ini berarti Wirid Hidayat Jati mengajarkan bahwa ketuhanan yang
bersifat Theis bukan Atheis. Hakekat wujud mutlak milik Tuhan semata, sedangkan
wujud makhluk sifatnya nisbi karena wujud makhluk itu pada dasarnya adalah
wujud tajalli Tuhan.
Ajaran Ranggawarsita terutama dalam Serat Wirid
Hidayat Jati dirasa sangat penting dalam membangun wacana-wacana dalam
kepustakaan Jawa, yang kemudian itu semua menjadi rujukan bagi peminat dalam
spiritual kebatinan (Kejawen). Dalam Hidayat Jati ini terjadi percampuran antara Islam dengan
agama setempat di Jawa. Inilah yang menjadi ajaran pokok dari Kejawen sekarang.
sehingga dalam setiap ajaran aliran kebatinan mengenal adanya Tuhan Yang Maha
Esa dan mengenal adanya manunggal antara manusia dengan Tuhan, karena manusia
hakekatnya adalah berasal dari pletikan Dzat yang Maha Suci atau Gusti ingkang
Murbèng Dumadi.
B. Saran
Pada penelitian ini, peneliti ingin mencoba menggali kembali kearifan
lokal sebagai
masukan dan memperkaya pengetahuan bagi kita sebagai penduduk Indonesia (Nusantara)
khususnya bagi generasi muda akan kreatifitas dan produktifitas nenek moyang. Peneliti berharap semoga akan
lebih banyak di galih kembali kearifan lokal yang nantinya bukan hanya sebagai
aset budaya bangsa, melainkan juga bisa sebagai pegangan hidup dalam menghadapi
arus modernisasi yang dapat menghancurkan generasi muda, kalau dalam istilah Ranggawarsita yaitu zaman kolobendhu atau
zaman edan.
DAFTAR PUSTAKA
Priyo Prabowo, Dhanu. Pengaruh
Islam dalam Karya-karya Raden Ngabehi Ranggawarsita. Yogyakarta : Narasi.
2003.
Ronggowarsito. Wirid Hidayat Jati. Surakarto:
Admnstrasi Jawi Kandha. 1908.
Shihab, Alwi. Islam
Sufistik: ”Islam Pertama” dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia (terj:
Muhammad Nursamad). Bandung : Mizan. 2001.
Simuh. Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi
Ranggawarsita: Suatu Study terhadap Serat Wirid Hidayat Jati. Jakarta : UI
Press. 1988.
0 komentar:
Posting Komentar