Minggu, 06 Oktober 2019

Sinkretisme Islam dan Kejawen Ranggawarsita (Serat Wirid Hidayat Jati)



 
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Islam masuk ke tanah Jawa melalui berbagai jalur penyebaran yang masih mengundang perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah. Meskipun demikian, di kalangan masyarakat Jawa hidup suatu kepercayaan tentang peranan utama para wali (wali sanga) dalam penyebarannya di tanah Jawa. Perkembangan kemudian yang dapat ditemui bahwa corak Islam yang berkembang di Jawa adalah Islam yang berwujud ajaran-ajaran tasawuf. Hal ini diduga erat berkaitan dengan kemiripan yang dipunyai ajaran tasawuf dengan unsur-unsur mistik yang kuat di masyarakat peninggalan dari tradisi animisme hingga era Hindu-Budha. Muncullah kemudian satu bentuk sinkretisme antara tasawuf Islam dengan mistik kejawen atau kerap juga disebut kebatinan.
Dukungan politik keraton menjadi salah satu faktor pendorong menguatnya ajaran kebatinan di kalangan masyarakat Jawa. Karya-karya pujangga keraton menunjukkan satu aroma kebatinan yang kental. Salah satu diantara pujangga keraton yang terbesar adalah Ranggawarsita. Seorang pujangga yang mendapat posisi terhormat dalam tradisi kepustakaan Jawa. Kitabnya juga banyak dijadikan rujukan dalam aliran kebatinan.
B.       Permasalahan
Melalui observasi di museum Ranggawarsita Semarang, tulisan ini mencoba membedah karakteristik Islam yang tampak dalam kitab Serat Wirid Hidayat Jati karya Ranggawarsita. Tulisan ini juga akan menjabarkan mengenai pengaruh pemikiran-pemikiran Ranggawarsita terhadap aliran kebatinan yang ada di Indonesia.

PROFIL RANGGAWARSITA
Bagus Burhan, nama Ranggawarsita ketika muda, lahir pada tahun 1802. beliau adalah keturunan pujangga istana Surakarta dari keluarga Yasadipura.. Semasa kecil Bagus Burhan dididik di bawah asuhan kakeknya Yasadipura II. Beliau mengajarkan padanya kesusasteraan . Beliau juga selalu didampingi oleh seorang pengasuh yang sangat setia bernam Ki Tanujaya. Pengasuhnya ini kelak terus mendampinginya dalam pengembaraan mencari ilmu.
Setelah genap dua belas tahun Bagus Burhan dikirim oleh kakeknya untuk mengaji pada Kyai Imam Bestari di Pesantren Tegalsari, Ponorogo. Meskipun dia kurang bersemangat dalam belajar bahasa Arab, Ranggawarsita mendapatkan suatu pencerahan batin disana. Berawal dari tekanan batin yang dialaminya di pesantren dia melakukan perenungan (samadi) hingga memperoleh satu pencerahan dalam kalbunya sehingga dia secara tiba-tiba menjadi pandai dalam membaca dan menafsirkan al Qur’an. Sebuah ilham yang dalam istilah Jawa disebut wahyu kapujanggan.
Sepulangnya dari pengembaraan belajar, Ranggawarsita memulai karirnya sebagai pujangga istana dengan menjadi juru tulis di kantor kadipaten anom di Surakarta. Sebagai pujangga istana, beliau termasuk penulis yang produktif. Beberapa karyanya yang ternama dan masih dapat dijumpai sekarang adalah Suluk Saloka Jiwa, Suluk Supanalaya, Serat Pamoring Kawula Gusti, Suluk Sukma Lelana, Serat Paramayoga, dan Serat Wirid Hidayat Jati. Dalam khasanah pustaka Jawa, Ranggawarsita mendapat kehormatan sebagai penutup pujangga Jawa sekaligus salah satu pujangga terbesar di tanah Jawa.


METODOLOGI PENELITIAN
A.       Tujuan dan manfaat
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik islam dalam kitab Serat Wirid Hidayat Jati karya Ranggawarsita. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemikiran-pemikiran Ranggawarsita terhadap aliran kebatinan di Indonesia.
B.       Waktu dan tempat penelitian
Peneliti melaksanakan penelitian pada hari Selasa, 16 Juli 2019 pukul 09:00 WIB di Museum Ranggawarsita, jalan Abdul Rahman Saleh no 1 Semarang Jawa tengah.
C.       Metodologi Penelitian
Peneliti menggunakan metode observasi untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan. Peneliti juga mengambil beberapa gambar yang terkait dengan untuk membantu dalam menyusun penelitian ini.
D.       Sumber Data
Sumber data yang diperoleh adalah berupa salah satu dari kitab Ranggawarsita (Kitab Serat Wirid Hidayat Jati) serta beberapa refrensi yang ada berkaitan dengan aliran kebatinan.


HASIL OBSERVASI
A.       Kitab Serat Wirid Hidayat Jati
Nama Serat Wirid Hidayat Jati sepertinya tidak diberikan langsung oleh Ranggawarsita namun berasal dari penerbit yang menerbitkan karya ini kemudian. Nama tersebut dimungkinkan berasal dari kalimat awal dalam kitab tersebut, Punika warahing Hidayat Jati. Lebih lanjut Simuh menjelaskan bahwa kata wirid dalam tradisi kepustakaan Jawa bermakna ajaran ilmu makrifat dalam bentuk prosa. Kata hidayat berarti petunjuk sedangkan jati bermakna benar atau nyata.
Kitab ini ditulis pada tahun 1850 M sebagaimana tampak dalam candra sengkala: Rongsong gawarga sinuta. Kata tersebut sesuai tradisi pustaka Jawa menunjukkan tahun penulisan sekaligus menyimpan  petunjuk tentang penulis kitab yang tersembunyi di dalamnya (huruf tebal). Pertama kali diterbitkan kembali dalam bentuk cetakan huruf Jawa oleh Administrasi Jawi Kandha di percetakan Albert Rusch & Co pada tahun 1908.
Alwi Shihab menjelaskan bahwa secara singkat karya ini berisi delapan masalah utama. Ajaran tersebut adalah tentang wujud Dzat Tuhan yang mendahului segala wujud lain, mengadakan zat, keadaan zat, susunan baitul makmur, susunan baitul muharram, susunan baitul muqaddas, pemantapan iman, dan syahadat. Lebih lanjut ditambahkan bahwa isi ajarannya juga menyiratkan ke-Mahakuasa-an Allah SWT. Risalah ini juga berisi tentang tata cara pengajaran ilmu makrifat dan proses baiat murid terhadap guru.
Simuh menjelaskan bahwa kitab ini berisikan tentang sifat, asma, dan af’al Dzat Tuhan. Ajaran lainnya terkait dengan penciptaan manusia dan tujuan hidup manusia. Manusia diciptakan melewati tujuh martabat yaitu sajaratul yakin- nur muhammad- mir’atul haya’i- ruh idlafi- kandil- darrah- hijab sehingga tercipta tujuh unsur penyusun manusia yaitu hayyu (atman)- nur- sirr (rahsa)- ruh (sukma)- nafsu- budi- jasad. Tujuan manusia adalah untuk bersatu dengan Tuhan yang dapat dicapai dengan proses manekung (semacam latihan spiritual) dengan disertai berbagai doa yang juga diajarkan dalam kitab. Meskipun demikian, kesatuan yang sebenarnya hanya akan terjadi pada saat ajal manusia tiba. Oleh karena itu, menurut Ranggawarsita mereka yang sudah menghadapi masa ajal perlu melakukan manekung.
Sistematika Serat Wirid Hidayat Jati terbagi menjadi lima bab (wirid). Pendahuluan berisikan sumber-sumber ajaran yaitu wali-wali yang mengajarkannya (nasab keilmuan). Wirid pertama berisi tata cara pengajaran ilmu makrifat, delapan wejangan tentang Dzat, tata cara mempergunakan daya kekuasaan Dzat, serta hal-hal yang terkait dengan hubungan guru dan murid. Bab kedua berisikan penjelasan tentang penciptaan dan tajalli Dzat, penjelasan tentang baitul makmur, baitul muharram, dan baitul muqaddas. Bagian berikutnya menjelaskan tanda-tanda kiamat (tanda-tanda datangnya ajal) dan apa yang harus dilakukan dalam mempersiapkannya (manekung). Wirid keempat adalah ilmu tentang kematian beserta penjelasan tentang beberapa istilah-istilah sebagai perumpamaan yang terkait. Bagian terakhir berisi tahapan-tahapan terbentuknya manusia dalam rahim hingga tahapan yang dilaluinya dalam kematian.

B.     Pengaruh Pemikiran Ranggawarsita terhadap Aliran Kebatinan

Pengaruh pemikiran Ranggawarsita tentang ajaran ketuhanan atau sering disebut dengan ajaran mistik ( metafisiska) pada abad sembilan belas bahkan sampai sekarang ini sangatlah dirasakan oleh penganut Kejawen, bahkan sebagain besar mempengaruhi falsafah hidup orang Jawa tentang ketuhanan.

Pengaruh ini juga mewarnai pikiran dari aliran-aliran kebatian atau Kejawen di Indonesia ini yang tergabung dalam Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI) yaitu pada dasarnya mempercayai Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam semesta. Adapun pengaruh-pengaruh ajaran Ronggowarsito dalam Serat Wirid Hidayat Jati nya antara lain:
1.    Sumarah
Mereka meyakini bahwa Dzat Tuhan Yang Maha Esa berada dalam manusia yang diwakili oleh hidup (hayyu). Ini sama dengan Hidup manusia dikatakan katitipan (mengandung) rahsa Dzat yang Agung. Karena manusia mengandung Dzat yang Agung, maka Dzat yang agung itulah yang bersabda: “Tiada Tuhan kecuali Aku”, dengan perantara mulut manusia
Menurut paham ini bahwa jiwa manusia itu adalah pletikan dari Tuhan. Dalam Wirid Hidayat Jati di jelaskan secara gamblang mengenai proses penciptaan alam semesta (termasuk manusia) dalam martabat tujuh. Sehingga warga (paguyupan) Sumarah ini mengunakan konsep emanasi atau suatu mode bagaimana yang mutlak atau infinite menjadi terbatas (finite), singkat kata menurut Sumarah jiwa manusia mengalir dari Tuhan.
Paham Sumarah mempercayai bersatunya jiwa dengan zat Yang Maha Esa (manunggaling kawula lan Gusti) dan ini salah satu dari unsur aliran kebatinan manapun dan termasuk dari falsafah hidup Kejawen.
2.    SUBUD
Susila Budi Darma (SUBUD) Sesuai dengan namanya Susila artinya : budi-pekerti manusia yang baik, sejalan dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Budhi artinya : daya kekuatan diri pribadi yang ada pada diri manusia. Dharma artinya : penyerahan, ketawakalan dan keikhlasan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Maka paguyupan ini lebih mefokuskan ajaran mereka kepada Sangkan Paran sehingga menuju titik punjak yaitu Manunggaling kawula lan Gusti dalam istilah mereka terjadinya kontak dengan kekusaan Tuhan Yang Maha Esa sehingga menerima getaran-getaran hidup yang menggetarkan rasa diri, dan kegetaran itu menunjukkan gerak Tuhan. Sehingga segala perbuatan dan ucapannya berarti kehendak dari Tuhannya. Kalau dalam Serat Wirid Hidayat Jati di terangkan bahwa Lantaran Tuhan bersabda, mendengar, melihat, merasakan segala rasa, serta berbuat mempergunakan tubuh manusia.
3.    Pangestu
Paguyupan Ngesti Tunggal (Pangestu, dari aliran kebatinan yang dibahas di atas, Pangestulah yang nampak jelas yang terpengaruhi dengan konsep ketuhanan Ronggowarsito, yaitu dimana dalam konsep ketuhanan mereka, yang disebut Tripurusha keadaaan satu yang bersifat tiga, sifat ini manunggal menjadi satu dan tidak dipisah-pisahkan. Tripurusha merupakan sumber dari segala kebenaran yang tak kenal ruang, batas dan waktu, serta asal usul dunia. Yang kemudian dijabarkan menjadi suksma Kawekas yang dalam Wirid Hidayat Jati sebagai Ahadiyat. Kemudian Suksma Sejati kalau dalam Wirid Hidayat Jati disebut Nur Muhammad (wahdat), dan Sedangkan Roh Suci yang merupakan penciptaan sinar Tuhan bisa dibandingkan dengan Roh Kudus, yang menjadi jiwa manusia sejati, dalam Wirid Hidayat Jati adalah Roh Idlafi.



PENUTUP
A.       Kesimpulan
Tuhan digambarkan sebagai Dzat yang berkehendak dan berkarya secara aktif. Sebagai pencipta dan penguasa alam semesta dengan adanya sifat, asma, dan af’al, ini berarti Wirid Hidayat Jati mengajarkan bahwa ketuhanan yang bersifat Theis bukan Atheis. Hakekat wujud mutlak milik Tuhan semata, sedangkan wujud makhluk sifatnya nisbi karena wujud makhluk itu pada dasarnya adalah wujud tajalli Tuhan.
Ajaran Ranggawarsita terutama dalam Serat Wirid Hidayat Jati dirasa sangat penting dalam membangun wacana-wacana dalam kepustakaan Jawa, yang kemudian itu semua menjadi rujukan bagi peminat dalam spiritual kebatinan (Kejawen). Dalam Hidayat Jati ini terjadi percampuran antara Islam dengan agama setempat di Jawa. Inilah yang menjadi ajaran pokok dari Kejawen sekarang. sehingga dalam setiap ajaran aliran kebatinan mengenal adanya Tuhan Yang Maha Esa dan mengenal adanya manunggal antara manusia dengan Tuhan, karena manusia hakekatnya adalah berasal dari pletikan Dzat yang Maha Suci atau Gusti ingkang Murbèng Dumadi.
B.       Saran
Pada penelitian ini, peneliti ingin mencoba menggali kembali kearifan lokal sebagai masukan dan memperkaya pengetahuan bagi kita sebagai penduduk Indonesia (Nusantara) khususnya bagi generasi muda akan kreatifitas dan produktifitas nenek moyang. Peneliti berharap semoga akan lebih banyak di galih kembali kearifan lokal yang nantinya bukan hanya sebagai aset budaya bangsa, melainkan juga bisa sebagai pegangan hidup dalam menghadapi arus modernisasi yang dapat menghancurkan generasi muda, kalau dalam istilah Ranggawarsita yaitu zaman kolobendhu atau zaman edan. 

DAFTAR PUSTAKA
Priyo Prabowo, Dhanu. Pengaruh Islam dalam Karya-karya Raden Ngabehi Ranggawarsita. Yogyakarta : Narasi. 2003.
Ronggowarsito. Wirid Hidayat Jati. Surakarto: Admnstrasi Jawi Kandha. 1908.
Shihab, Alwi. Islam Sufistik: ”Islam Pertama” dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia (terj: Muhammad Nursamad). Bandung : Mizan. 2001.
Simuh. Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita: Suatu Study terhadap Serat Wirid Hidayat Jati. Jakarta : UI Press. 1988.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

TERJEMAHKAN BLOG INI

PENGUNJUNG SAAT INI