Assalamu'alaikum wr.wb
Malam minggu katanya, malam yang "dibilang" istimewa oleh kawula muda. Gimana tidak, yang sedang pacaran biasa jalan2 keluar kalau ga hujan, kalo ga ldr, yang sudah berkeluarga keluar dengan anak dan istrinya, ditambah lagi besuknya hari minggu yang umumnya pada libur. Syahdu lah.
Seperti malam ini, saya sedang main-main, cuma ngopi sama numpang wifi tepatnya di cafe dekat kos. Disini saya akan bercerita, saya menemui dua orang pelanggan yang juga sedang nongkrong di cafe ini. Mereka sama-sama memesan ayam geprek, mungkin dikosan tidak sempat masak. jadi gini, hahaha. Sebut saja mereka Khafid dan Wahyu. Mereka memesan ayam geprek dengan bumbu saus yang asing bagi keduanya. Setelah mereka memakan makanan yang mereka pesan itu, keduanya memiliki penilaian yang sama. Bahwa Khafid mengatakan enak, dan Wahyu juga mengatakan makanan yang telah mereka makan memiliki rasa yang memang enak.
Meskipun secara penilaian keduanya sama, namun pasca-penilaian yang mereka tunjukkan nyatanya berbeda. Khafid tidak penasaran dengan makanan yang dia katakan lezat itu, ia hanya cukupkan pada keyakinan bahwa tempat dimana mereka makan adalah cafe yang terkenal, maka wajar dan memang sudah seharusnya jika makanan yang disajikan pasti enak. Berbeda dengan Khafid, Wahyu yang juga memiliki penilaian yang sama dengan Khafid terkait makanan yang sama-sama mereka makan ternyata tidak mencukupkan diri hanya meyakini bahwa enaknya makanan yang mereka makan adalah kewajaran dari cafe yang terkenal, dia sangat penasaran dengan makanan yang baru saja dimakan dengan Khafid, terutama penasaran dengan bumbu sausnya. Akhirnya, dari rasa penasaran itulah, dia memberanikan diri untuk bertanya kepada koki yang ada di cafe tersebut, dan anggap saja pada akhirnya Wahyu berhasil mendapatkan resep dari bumbu saus ayam geprek yang enak itu.
Pertanyaan kemudian, manakah yang lebih beruntung? Apakah Khafid yang hanya dapat mencicipi ayam geprek dengan saus llezat? ataukah Wahyu yang disamping mencicipi ayam geprek yang lezat itu juga pulang dengan membawa resep bumbu saus ayam geprek yang telah ia nikmati? Tentulah Wahyu dalam hal ini lebih beruntung dari pada Khafid. Keberuntungan Wahyu kali ini tentu dikarenakan dia mau berpikir dan bertanya perihal ayam geprek itu, tidak seperti Khafid yang tidak mendapat apa-apa selain perut kenyang.
Apa yang bisa kita ambil pelajaran dari kisah Khafid dan Wahyu diatas? Setidaknya kita harus jujur mengatakan bahwa berpikir dan menanyakan sesuatu pada akhirnya tidak selalu bermakna "meragukan" apa yang sedang ditanyakan. Karena nyatanya, ada pertanyaan yang dilatarbelakangi motif ketertarikan yang teramat besar.
Dalam beragama pun demikian, adalah terlalu dini jika menuduh orang yang sama-sama beragama dengan mengatakan mereka "meragukan" ajaran-ajaran agama hanya berlandasakan pada anggapan bahwa bertanya berarti ragu. Karena bertanya nayatanya bisa bernilai positif, karena dalam setiap pertanyaan terkandung nilai-nilai kebenaran baru yang bisa jadi tidak akan muncul jika kita tidak mau pertanyakan dari awal. Begitu nggih kawan-kawan wkwkwk. Wallhua a'lam.
Wassalamu'alaikum wr.wb
Sumber : Ahmad Muzakkil Anam. Puzzle-puzzle Keilmuan. Yogyakarta: Azyan Mitra Media. 2019
0 komentar:
Posting Komentar