BAB I
PENDAHULUAN
The Process of Comprehension adalah sub materi dalam kajian Psycolinguistic yang membahas
tentang proses-proses dan masalah-masalah yang dihadapai seseorang dalam memahami
suatu ujaran. Pemahaman seseorang terhadap suatu ujaran dipengaruhi oleh tiga
hal, yaitu 1) Fonological Representation, yaitu kemampuan seseorang
dalam menangkap suara, 2) Lexical Look Up, yaitu kemampuan seseorang
dalam menemukan makna kata yang telah didengar (membuka kamus batin), dan 3) Syntactical
Structure, yaitu kemampuan seseorang dalam menebak, mengolah, dan
menganalisa struktur kalimat. Ketiga tahapan ini terjadi begitu cepat sehingga
sangat jarang ada orang yang menyadarinya.
Fonological Representation atau penangkapan suara ujaran yang didengar merupakan syarat
pertama yang harus dialami seseorang dalam memahami. Dalam hal ini pendengaran
seseorang terhadap suatu sangat menentukan. Seseorang yang memiliki masalah
dalam pendengaran sangat berbeda dalam memahami suatu ujaran dengan seseorang
yang pendengarannya baik. Begitu pula meskipun seseorang memiliki pendengaran
yang baik, apabila dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keramaian atau
kebisingan-kebisingan suara yang lain juga akan mempengaruhi pemahaman
seseorang, karena bisa saja seseorang salah dengar.
Lexical Look Up atau kemampuan seseorang dalam menemukan makna kata yang telah
didengar adalah proses kedua setelah seseorang mampu mendengarkan suatu ujaran
dengan baik. Disebut juga dengan istilah “membuka kamus batin”, karena tahap
ini terjadi dalam bentuk proses yang begitu lembut di dalam otak setiap
individu dalam proses memahami suatu ujaran. Lexical Look Up ini sangat
dipengaruhi oleh kemus kebatinan atau referensi perbendaharaan bahasa yang
dimiliki seseorang. Seorang asli kelahiran Jawa dan selama hidupnya ia tinggal
di Jawa dan belum pernah bertemu orang selain orang Jawa tidak akan paham
ketika ia mendengar kata-kata seperti “Anjeun” (Sunda = Anda). Hal ini
dikarenakan dalam “kamus batin” – nya tidak terdapat kosa kata tersebut.
Kemudian tahapan yang terakhir adalah Syntatical Structure atau
kemampuan seseorang dalam menebak, mengolah, dan menganalisa struktur kalimat. Mungkin
seseorang dapat menangkap ujaran dengan baik, mengetahui arti setiap kata demi
kata dalam ujaran tersebut, namun apabila ia gagal dalam menganalisa struktur
kalimat dalam ujaran tersebut, maka dapat dikatakan bahwa ia telah gagal dalam
memahami ujaran tersebut (“gagal paham”). Seperti halnya saat seseorang berkata
kepadanya, “Warungnya tutup”. Kedua kosa kata tersebut mungkin sudah tidak
asing lagi dalam kamus batin seseorang, namun karena ia telah gagal dalam
menganalisa struktur pengucapan kalimat tersebut, bisa saja ia memehaminya
hanya sebagai informasi atau kelimat berita, atau memahaminya sebagai perintah,
artinya seseorang memintanya untuk menutup warung, atau memahaminya sebagai
pertanyaan, apakah warungnya tutup?
Kegiatan ini merupakan kegiatan pengamatan terhadap proses
pemahaman yang terjadai pada siswa-siswi di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri
Semarang dan pengamat sendiri saat keduanya berinteraksi. Kegiatan pengamatan
ini dilakukan sebagai aplikasi terhadap teori-teori bagaimana proses seseorang
dalam memahami yang telah kami pelajari di kelas. Hasil pengamatan ini kami
susun dalam bentuk sebuah laporan yang berjudul “Laporan Pengamatan Proses
Pemahaman pada Anak-anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri
Semarang”.
A.
Nama Kegiatan
“Pengamatan Proses Pemahaman (The Process
of Comprehension) pada Anak-anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa
(SLB) Negeri Semarang”
B.
Anggota Kelompok
1.
Ragil Basuni 133211019
2.
Very Aulia Rahman 133211020
C.
Waktu dan Tempat
Watu : Kamis, 21 April 2016
Tempat : Sekolah Luar Biasa
(SLB) Negeri Semarang
D.
Agenda
No
|
Waktu
|
Kegiatan
|
1
|
06.00
|
Persiapan
Pemberangkatan (Kampus)
|
2
|
06.30
|
Perjalanan Menuju
Lokasi Pengamatan
|
3
|
08.00
|
Sampai di Lokasi
Pengamatan, Dilanjut Brifing (Pembekalan)
|
4
|
08.30
|
Pengamatan di
Lapangan
|
5
|
10.00
|
Brifing, Kembali ke
Kampus
|
BAB II
RINCIAN KEGIATAN
A.
Pra Kegiatan
Setiba di
lokasi, begitu masuk komplek kampus SLBN Semarang para siswa-siswi SLB tersebut
langsung berlarian menyambut kedatangan kami. Kami bersalaman dengan mereka. Beberapa
di antara kami ada yang menanyakan nama-nama mereka, kemudian mereka menjawab,
kemudian berlarian pergi lagi. Kemudian kami berkumpul dalam suatu ruangan aula
untuk diberi pembekalan oleh dosen pengampu mata kuliah Psycoliguisti ini, Dr.
H. Ahmad Ismail, M.A., M.Hum dan salah satu guru SLBN tersebut tentang
bagaimana dan apa saja yang harus kami lakukan saat pengamatan dalam kelas.
B.
Proses Kegiatan Pengamatan
Kami
mendapatkan lokasi pengamatan pada kelas 5 SD. Dalam kelas tersebut terdapat 5
(lima) siswa, yaitu Nisa, Danis, Hafiz, Kalila, dan Anis, dan satu “asisten”
guru, yaitu Adel.
1.
Gambaran Personal
a.
Nisa
Namanya adalah Nisa. Pada awal kami memasuki kelas kami melihat
Nisa sedang menundukkan kepala seperti orang sedang tidur. Kami mulai
mendekatinya dan menanyakan siapa namanya. Secara perlahan kami tanyakan,
“Adik..namanya siapa?” dia tidak menjawab. kami mencoba menanyakan namanya
kembali dengan sangat perlahan dan jelas, kami juga mendekatkan telinga kearah
sumber suara berharap terdengar sebuah jawaban. Terdengar seperti “nn..saa”.
Terdengar sangat pelan dan tidak begitu jelas. Nisa tidak mengetahui huruf dan
angka. Ketika kami bermain mewarnai gambar, kami meminta nisa untuk mengambil
pensil warna hijau, ia kemudian melihat dalam kotak yang berisi penuh dengan
pensil warna, ia mencari-cari dan benar ia mendapatkan pensil warna hijau. Kami
berpikir mungkin itu cuma kebetulan. Kembali lagi kami menyuruh Nisa mengambil
pensil warna biru, ia dapat mengambilnya. Seterusnya hingga ia juga berhasil
mengambil pensil warna coklat. Tetapi kemudian ia gagal saat kami menyuruh
pensil warna merah. Ia ternyata tidak mengetahui warna merah, berkali kali
dicoba ternyata masih salah.
Ketika kami menanyakan “Nisa bisa menulis tidak?” , ia lalu
menuliskan sebuah coretan-coretan yang terlihat seperti huruf “p” dan “b”,
berulang seperti itu. kami mencoba menanyakan tentang benda-benda
disekelilingnya, kami mulai dari sepatu. Saat kami Tanya “Nisa, ini namnya
apa?” Nisa hanya diam. Kami ulangi lebih perlahan, ia juga hanya diam. Ketika
kami mulai mencontohkan mengucapkan kata se-pa-tu, ia hanya mampu mengucap
sampai ejaan “se”. Nisa juga tidak mengetahui meja, lampu, tas, baju, saat kami
menanyakannya. Tetapi nisa tahu penghapus, hal ini terbukti ketika kami
meletakkan pensil dan pengahapus berjajar, dan meminta nisa untuk mengambilkan
penghapus, ia bisa mengatasinya. Ia juga tahu fungsi penghapus, terbukti ketika
ia sedang menulis kemudian terjadi coretan panjang, ia langsung menghapusnya.
b.
Danis
Namanya adalah Danis. Ketika kami menanyakan namanya, ia hanya
menjawab “yayaya” “yayaya” begitu seterusnya. Setiap kami menanyakan sesuatu ia
hanya menjawab “yayaya” “yayaya”. Sama halnya dengan nisa, kami juga bermain
mewarnai gambar dengan danis. Danis bisa membedakan warna, ketika kami menyuruh
mengambil pensil warna yang kami katakan. Seakan ingin mengatakan sesuatu,
setiap kali ia berhasil mengambil pensil warna yang kami tentukan, ia kemudian
menunjukkan kepada kami seolah meminta penilaian dengan ujaran “yayaya”
“yayaya”, meskipun ia hanya berkata “yayaya” kami mengerti bahwa ia ingin
meminta penilaian. Hal ini terbukti ketika ia salah mengambil pensil warna dan
menunjukkan kepada kami, dan kami berkata “oh..bukan itu”, ia langsung
menggantinya dengan pensil warna yang lain begitu seterusnya.
Danis tahu pensil warna yang lancip dan yang patah. Ia juga tahu bagaimana
cara meraut pensil. Bahkan ketika kami pura-pura minta tolong diajarkan
bagaimana meraut pensil, danis mengajarkannya. Tiba-tiba danis beridiri sambil
berkata “yayaya” “yayaya”, ia menunjukkan rautan pensilnya yang sudah penuh.
Kami memahami itu bahwa ia ingin membuang bekas rautan pensil. Ternyata benar
ia melakukannya dan ia megatakannya pada kami tiga kali seperti itu.
c.
Hafiz
Tidak banyak yang bisa kami pahami tentang Hafiz. Saat berinteraksi
dengan anak-anak dalam kelas tersebut, kami sempat memberikan beberapa
pertanyaan kepada Hafiz, “Namanya siapa dek?”, ia menjawab “Ha-iz”. Kami sempat
bingung, berusaha memprediksikan apa yang sebenarnya ia maksud. Kami baru
menyadarinya bahwa namanya adalah Hafiz setelah kami melihat lambaran tugas
yang diberikan oleh guru, di sana tertulis “Hafiz” dalam bentuk huruf
putus-putus. Kamudian kami memberikan beberapa pertanyaan lagi, namun kami
gagal memahami jawaban-jawaban yang ia berikan.
d.
Kalila
Namanya adalah Kalila. Ketika kami tanya namanya, ia seketika bisa
menjawab “Kalila” dengan ujaran yang cukup jelas untuk kami pahami. Kalila bisa
berhitung dari satu sampai sepuluh, akan tetapi tidak bisa menuliskannya. Ia
juga tidak mengetahui huruf. Ketika kami memulai obrolan dengan Kalila, selalu
ada timbal balik darinya seperti ketika ditanya “Kalila kelas berapa?” ia
menjawab “kelas 5” dan bergantian tanya balik kepada kami; “Mas kelas berapa?”
kami mendengar kata yang terucap darinya. Mungkin itu karena ada faktor
pertanyaan yang kami utarakan terlebih dahulu sehingga ia bisa menanyakan
balik, pikir kami. Akan tetapi, ketika kami memperlihatkan gambar ikan,
tiba-tiba kalila bertanya “Mas, punya ikan?” , kami secara langsung
memahaminya. Kemudian diantara kami dan Kalila terjadi suatu obrolan yang cukup
lama, tanya menanya tentang kebiasaan dirumah, tentang punya sepeda warna
putih, dan suka nonton upin ipin. Dari beberapa ucapannya, ada beberapa kata
yang sukar ia ucapkan yaitu kata “hiu” yang ia baca “yu”, kemudian huruf “s”
seperti terbaca huruf “c”. Kalila juga bisa menolak perintah, ketika kami
memintanya untuk menggambar matahari, dia berkata “emoh” sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya. Ternyata dia ingin menggambar bunga melati,
katanya.
e.
Anis
Namanya adalah Anis. Ketika ditanya ataupun diajak ngobrol dia tidak
menjawab apa-apa. Dia hanya senyum-senyum dan tertawa. Ketika waktu jam
istirahat, kami menanyakan bekal apa yang dibawa, anis langsung mengeluarkan
isi tasnya dengan bekal roti dari rumah, tetapi denan sikap yang sama tanpa ada
kata yang terucap.
f.
Adel
Adel adalah salah satu lulusan Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri
Semarang. Usianya sudah menginjak usia orang dewasa pada umumnya. Berdasarkan
wawancara dengan guru, sebenarnya Adel dititipkan kembali oleh keluarganya di
sekolah ini karena khawatir apabila terjadi hal-hal yang mengjhawatirkan di
lingkungan rumah. Pada awal dititipkannya Adel kembali ke sekolah ini, ia
sempat menolak. Karena sebenarnya dia tahu bahwa “Saya kan sudah lulus, ngapain
saya kembali ke sekolah?”. Kemudian orang tua Adel bersepakat dengan pihak
sekolah untuk memberikan status “asisten” guru untuk mensiasati masalah ini.
Sebagai seorang yang “Luar Biasa”, Adel cukup berbakat untuk
menjadi seorang “asisten” guru. Sejak pertama kali kami memasuki kelas, kami
kurang begitu menyadari bahwa dia adalah salah satu pasien di sekolah tersebut.
Penampilannya sangat meyakinkan ia seorang guru pada umumnya. Seragam legkap,
dengan pinset nama di dada kiri, dan sebuah cincin akik besar di jari tangan
kanannya. Para guru dan anak-anak lainnya memanggilnya “Pak Adel”. Namun
akhirnya kami mengetahuinya setelah kami perhatikan penampilannya secara fisik
dan dikuatkan oleh penjelasan dari guru.
Adel tidak banyak bicara, hanya diam, senyum, dan terlihat sedang
sibuk dengan sebuah buku dan sebuah bolpoin. Hal yang menarik dari Adel adalah
sifat kecemburuannya yang sangat tinggi. Terbukti saat salah satu pengamat
sedang berinteraksi dengan salah satu guru di kelas tersebut, ia terlihat
begitu murung dan cemberut. Menurut keterangan dari guru, orang-orang luar
biasa seperti ini memiliki perkembangan seksualitas yang lebih cepat dan rasa
kecemburuan yang begitu tinggi jika dibandingkan dengan orang-orang biasa pada
umumnya. Setelah kami tahu bahwa ia sedang “cemburu”, kami mendekatinya dan
menanyainya, “Pak Adel, gimana tugasnya, kayaknya kok sibuk sekali?”. Adel
hanya memalingkan muka dan keluar meninggalkan kelas tanpa sepatah kata pun.
Menurut keterangan dari guru, “Tidak apa-apa mas, memang sudah biasa seperti
itu.”
2.
Susunan Kelas
Ketika kami memasuki kelas, hanya ada 3 siswa yaitu Nisa, Danis dan
Kalila. Kalila dan Danis menyambut kami dengan senyuman dan tawa, sementara
Nisa seperti tertidur diatas meja. Kemudian datang salah satu teman mereka
bernama Hafiz, kami memperhatikan bagaimana mereka menyambut teman mereka yang
terlambat dengan berpelukan satu sama lain, dengan penuh keceriaan dan ikut
membantu menata tempat duduknya. Perlakuan tersebut pun kembali terulang ketika
Anis memasuki kelas. Seperti terjadi komunikasi diantara mereka yang kami
sendiri tidak paham akan artinya. Kami mencoba mendengarkan dan melihat apa
yang mereka lakukan, tetapi kami juga belum dapat memahaminya. Mereka terlihat
seperti tertawa satu sama lain, akan tetapi mungkin ada pesan yang disampaikan
yang kami sendiri tidak dapat memahaminya.
Suasana kelas cukup terkendali, hanya saja sesekali ada teman yang
jail seperti Hafiz yang mencoba memukul Kalila dengan botol minumnya. Mereka
tahu ketika kami mengambil foto dan ingin melihat hasilnya setelah berfoto.
Mereka bisa ditata duduk secara rapi dan bergaya sesuai kehendak mereka.
3.
Wawancara dengan Guru
Guru kelas yang mendampingi kami adalah Bu Yani. Beberapa informasi
yang kami dapatkan dari bu Yani yaitu anak-anak kelas ini tidak bisa diberikan
atau menerima informasi yang terlalu banyak, karena daya ingat mereka tidak
seperti anak-anak pada umumnya. Ketika mereka mengenal hal baru, maka ingatan
akan hal lama akan menghilang. Jadi begitu, mengapa mereka hanya mengenali
benda-benda yang ada disekitar mereka yang sering mereka gunakan dan asing akan
benda-benda lainnya.
Mereka memiliki sifat yang ketika sudah menyukai suatu hal, maka
sampai kapanpun akan menyukainya dan sukar untuk mencegahnya. Misalnya Nisa
yang pergi kemana-mana selalu membawa cepet rambut warna pink, kemudian Danis
yang setiap makan bekal harus sari roti dan tidak mau digantikan dengan yang
lain. Mereka suka mencari perhatian dari orang disekitar dengan aktifitas
mereka, seperti Hafiz yang mencoba memukul Kalila untuk kemudian kami nasehati,
Kalila yang selalu memanggil-manggil kami ketika kami memperhatikan temannya
yang lain.
BAB III
ANALISIS
Berdasarkan pada pengamatan kami diatas, dapat kami hubungkan
dengan tahapan-tahapan seseorang memahmi ujaran, yaitu The Problem of Comprehension
yang meliputi : 1) Fonological Representation, 2) Lexical Look Up,
dan 3) Syntactical Structure.
A.
Fonological Representation (menangkap suara)
Dalam tahapan
ini, melihat timbal balik dari mereka, penyampaian kata dan ujaran dari kami
kurang tertangkap baik oleh pendengaran mereka. Kami telah berusaha untuk
berbicara pelan-pelan dan sejelas mungkin kepada mereka.
Sebagian dari
mereka bisa menerimanya, dan sebagian lainnya hanya diam atau hanya tersenyum
saja.
Sedangkan kami dalam menangkap suara atau ujaran mereka mengalami
kesulitan, sebagian besar dari mereka mengutarakan kata yang belum bisa kami
dengarkan dengan baik.
B.
Lexical Look Up
(membuka kamus batin)
Dalam tahapan
ini, sebagian dari mereka hanya mengetahui kata ataupun benda yang setiap harinya
berhubungan dengan mereka seperti pensil, penghapus, kotak bekal makanan.
Kemudian tidak ditemukannya makna meja, lampu, sepatu, mobil, pesawat, mesikpun
salah satu diantara meraka ada yang sudah mengetahuinya
C.
Syntactical Structure
(struktur kalimat)
Dalam tahapan
ini, sebagian dari mereka sudah bisa memahami kalimat-kalimat atau
perintah-perintah sederhana dari kami, dengan adanya tindakan yang mereka
lakukan setelah kami berujar. Misalnya ketika Danis salah mengambil pensil
warna, kemudian kami berkata “oh..bukan itu”, bukan itu adalah maksutnya bukan
pensil warna itu, tetapi yang lain. Danis kemudian mengerti dan meneruskan
pencariannya.
Sedangkan kami
dalam tahapan ini mengalami kesulitan, karena sebagian dari mereka hanya
berkata “yayaya” ataupun sambil senyum-senyum. Tapi ada satu kejadian dimana
kami bisa memahami apa yang mereka maksut, yakni ketika Danis bermaksud
membuang bekas rautan pensil dengan berkata “yayaya”, dengan melihat
tindakannya kami sudah bisa memahami atas apa yang akan ia lakukan, dan
terbukti benar.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan diatas dapat kami simpulkan bahwa hampir
seluruhnya siswa kelas 5b jenjang SD dapat memahami ujaran yang kami sampaikan,
dengan catatan bahwa ujaran tersebut mencakup kosakata yang sudah biasa mereka
dengar dan praktekkan. Ujaran yang mengandung kosakata asing atau jarang mereka
dengar, akan berdampak pada diamnya siswa atau tidak ada tindakan yang
dilakukan.
Kemudian dari segi penyampaian ujaran, hanya ada satu siswa yang
dapat menyampaikan ujaran dengan cukup jelas dan memahamkan kami. Sebagaian
besar dari mereka memilih tidak berbicara ataupun berkata sesuai dengan gaya
mereka dan membuat kami tidak paham.