TRAVELING

Gunung Andong adalah salah satu gunung yang berada di Jawa Tengah. Gunung ini memiliki ketinggian sekitar 1726 Mdpl dan sangat cocok bagi pendaki pemula. Dari Puncak pendaki dapat melihat Gunung Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing, Prau, Ungaran, Telomoyo serta puncak Andong lainnya.

DUNIA PENDIDIKAN

Dari dulu sampai sekarang, bahkan sampai kapanpun, pendidikan sangatlah penting. jangan sia-siakan waktu kita untuk hal yang tidak bermanfaat. Mari memulai dengan membaca buku, membaca informasi, berita dan info-info penting lainnya yang bermanfaat.

KULINER

Horok-horok adalah salah satu makanan khas kota Jepara Jawa Tengah. Teksturnya yang kenyil dan terbuat dari sagu ini sangat cocok sebagai pengganti nasi untuk teman makan bakso, pecel dan lainnya. Harganya sangat murah berkisar seribu rupiah. kita bisa sangat mudah menemukannya di setiap warung bakso yang ada di Jepara. Silahkan mampir dan buktikan rasanya.

ANIME

Siapa yang tidak tahu dengan karakter Son Goku? atau Yugi? Naruto? sudah pasti kita semua tahu. Terutama anak-anak generasi 90-an sudah pasti hapal dengan mereka. Setiap minggu dari pagi sampai siang kita selalu anteng dirumah demi menunggu mereka ini. Tak terasa beberapa tahun berlalu, satu persatu dari mereka mulai menghilang dari pertelevisian kita. Entah kenapa, sekarang kita cuma bisa mengaksesnya via online.

BISNIS

Berbicara soal bisnis memang tak ada habisnya. Ide-ide baru, inovasi selalu bermunculan bersama berkembangnya zaman. Sebagian orang mungkin bingung dari mana memulai, mau usaha apa, dan seterusnya. Kita analisa dulu potensi daerah kita, apa yang dibutuhkan masyarakat, dan kerjakan. Memulai bisnis memang serasa menakutkan. Rasa ragu, tidak percaya dengan produknya dan lain sebagainya. Tapi sebenarnya, lebih menakutkan lagi ketika kita punya planning bisnis tapi tidak pernah kita realisasikan.

Minggu, 10 November 2019

SIMBA : Hakuna Matata Tentang Usahamu



Assalamu'alaikum wr. wb

Tahu kisah simba si anak singa? Kalau belum tahu silahkan tonton dulu. Banyak versi dari kartun jaman jadul hingga versi yang sekarang dengan visual yang lebih nyata. Kalau sudah nonton, silahkan baca berikut ini hahaha..

Sudah tak terhitung saya menonton film ini, dari yang versi jadul hingga yang versi sekarang dengan cerita yang sama persis, atau bahasa enaknya "plek". Tapi baru akhir-akhir ini nonton jadi terpikirkan tentang pembelajaran-pembelajaran bisnis maupun usaha dari sudut pandang saya, wkwk lalu dari kemarin pas nonton ga mikir apa-apa? hahaha jawabnya adalah tidak.

Banyak hal yang tak terduga bisa terjadi
Di dunia ini sangat banyak sekali hal-hal yang tidak bisa kita prediksi. Katakanlah kita sudah menyusun rencana dengan matang / sempurna, apakah jaminannya adalah sesuai apa yang kita harapkan? kemungkinan memang iya, tetapi kemungkinan lainnya adalah tidak. Lah kok gitu? ya memang gitu, karena kita bukanlah pihak yang bisa menentukan, kita hanya perencana.

Coba lihat Simba, ayahnya yang sangat tangguh dan sangat dicintainya, Mufasa tiba-tiba meninggal dunia ketika terjadi suatu insiden. Apalagi dia harus meninggalkan rumah dan keluarganya dengan membawa rasa bersalah yang sangat mendalam. Tahta ayahnya diambil oleh pamannya dengan cara yang sangat licik. Simba kecil yang masih polos sangat bingung dan terpukul, apalagi dia masih dalam usia tumbuh dan belum bisa apa-apa.

Lantas gimana seharusnya? mudahnya kita harus punya banyak rencana. Ketika rencana A gagal, kita tahu apa yang harus dilakukan dengan rencana B. Jangan psimis sangat betul sekali, tapi terlalu optimis juga kurang bagus. Karena saat rencana kita gagal kita akan bingung sebingung-bingungnya, entah apa lagi yang harus dilakukan. Seperti saat kalian terlalu cinta, terus harus pisah, galau berkepanjangan hahaha

Bekerja keras itu baik, tapi kita harus bekerja pintar. Ketika kita sadar bahwa rencana A tidak berhasil, maka kita harus mencoba untuk memodifikasinya dan mencari jalan lain yaitu rencana B, C dan lainnya.

Jangan terlalu menyesali kegagalan
Coba ingat kembali, saat Simba merasa sangat bersalah dan menyesal ketika Mufasa (ayahnya) tewas dibunuh oleh pamannya sendiri, Scar. Ayahnya sempat kecewa dengan Simba karena pernah tidak patuh pada perintah ayahnya. Barulah saat dia kehilangan ayahnya akibat suatu insiden, ia sadar bahwa seharusnya dia tidak pernah melakukan hal tersebut.

Sama halnya dengan usahamu, rencanamu, bisnismu. Adakalanya usaha kita mengalami kegagalan dan menyebabkan kerugian. Perasaan sedih dan kecewa akan muncul, tapi kita harus segera sadar bahwa menyesalinya terus menerus bukanlah sebuah solusi, tapi merugikan sebuah kerugian yang sebenarnya karena tidak akan mengubah apapun. Masih ada hari esuk dan selanjutnya untuk kita berjuang. Lebih persiapan diri kita untuk mengecilkan kemungkinan kegagalan-kegagalan.

Mau lanjut poin selanjutnya tapi malas ngetiknya, dikit aja wis ya, mga manfaat heuehu

Wassalamu'alaikum wr. wb


Share:

Selasa, 05 November 2019

Allah sedang Mengadakan Lomba, Kita adalah Pesertanya


Assalamu'alaikum wr. wb

Seperti biasa, diawal tulisan saya akan mulai dengan bercerita, asik kan heuheu.. jadi begini..
Suatu hari, kiki menemukan sebuah pengumuman akan diadakannya event lomba lari yang menjanjikannya hadiah yang cukup besar. Kemudian, kiki ikut mendaftarkan diri sebagai peserta lomba.

Skip ya, tibalah pada hari diselenggarakannya event lomba tersebut. Namun, ketika tiba di tempat perlombaan, kiki memerhatikan dan ternyata ada suatu yang aneh. Pasalnya kiki tidak menemukan peserta lain selain dirinya, yang ada hanya panitia dan beberapa penonton, dan sekali lagi tidak ada peserta lain selain kiki seseorang. Kiki kemudian bertanya kepada panitia, mereka mengkonfirmasi bahwa memang peserta lomba hari itu hanya Kiki. Meskipun begitu, pihak panitia tidak berencana untuk membatalkan perlombaan itu meskipun hanya diikuti oleh satu peserta.

Dalam posisi seperti itu, sekiranya tentu akan muncul satu pertanyaan yang nampaknya harus di jawab oleh Kiki sebagai satu-satunya peserta lomba. "Apa yang mungkin dilakukan kiki jika dalam perlombaan itu hanya ia yang menjadi peserta?" Maka tidak aneh kalau Kiki sebagai satu-satunya peserta akan menjawab, "Ya sudahm kalau memang cuma saya, saya tetap melaksanakan perlombaan itu, meskipun mungkin akan lebih santai, tidak perlu terburu-buru, tidak perlu cepat, mampir warung dulu ah jajan es, yang penting kan sampai garis finish."

Gimana sudah paham belum dengan ilustrasi diatas? kalau belum, akan saya perjelas lagi. Mari kita bawa dalam konteks keberagamaan, bahwa dalam tulisan sebelumnya penulis telah menyinggung tentang isu Kristenisasi, bahwa isu tersebut disinyalir (oleh beberapa kalangan umat Islam) sebagai salah satu faktor semakin menurunnya jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya salah, akan tetapi bukan juga sepenuhnya benar.

Coba buka kembali firman Allah Q.S Al-Baqarah: 148 yang artinya kurang lebih -: "Dan setiap umat memiliki kiblat masing-masing yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Dimana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu".

Misal penulis katakan, Allah pun sedang mengadakan event lomba. lomba apa? bahwa Dia sedang mengadakan event "Lomba Berbuat Baik". Kalau memang demikian yang Allah inginkan, maka pertanyaanya adalah, "lantas siapa peserta lomba kebaikan tersebut?" Kemudian penulis coba hubungkan dengan Q.S Hud ayat 118 yang mengisyaratkan bahwa jika Allah mau, maka Dia sangat mungkin menjadikan manusia ini menjadi umat yang satu. Meskipun pada kenyataannya justru kita temukan di dunia ini banyak sekali perbedaan, termasuk agama.

Nah, mari kita renungkan. disatu sisi Allah menghendaki keberagamaan, dan disisi lain Allah mengadakan event "lomba berbuat baik". Maka akan ketemu titik antara keduanya. Untuk mengaakan lomba, maka sudah seharusnya pesertanya tidak hanya satu, bahwa semakin banyak peserta maka semakin tinggi pula tingkat kompetisinya. Semakin banyaknya keberagamaan agama, maka bukankah itu cukup menjadi alasan untuk masing-masing agama dapat berusaha semaksimal mungkin dalam memenangkan event lomba tersebut?

Maka, berdasar pemahaman diatas (tentang Lomba Berbuat Baik), penulis kemudian kurang sepakat jika kita sebagai umat Islam menolak upaya Kristenisasi yang telah dibahas pada tulisan sebelumnya, apalagi penolakan itu dengan menggunakan cara kekerasan. Apa salahnya jika mereka memang berniat membantu orang miskin? Apa salahnya jika - katakanlah - mereka memang punya maksud mengkristenkan orang-orang miskin melalui pemberian bantuan-bantuan? lantas apa salahnya jika yang dibantu mengikuti keyakinan orang yang memabntu dan memperhatikan hidup mereka?

Coba kita tanya pada diri kita, "benarkah sikap kita yang membenci umat lain yang sedang berdakwah? benarkah kita (dengan membawa dalih agama) melakukan intimidasi terhadap mereka yang berbeda dengan kita? Apakah dibenarkan pula kita mengahalangi orang lain berbuat baik mengatasnamakan agama mereka, sementara di agama kita sendiri menyuruh hal yang sama?"

Jika kita yang mengaku beragama memahami betul esensi dar event lomba ini, maka kita tidak seharusnya menjadikan kebaikan dan kesuksesan umat agama lain dalam dakwah sebagai sesuatu yang perlu dibenci dan dihilangkan. Melainkan bisa kita jadikan - semacam - pemicu untuk kita bisa lebih baik dari mereka, motivasi untuk kita bisa lebih sukses dari pada mereka. Jadi, bukan kemudian mencaci mereka, menuduh mereka sedang menyesatkan umat Islam atau istilah lain yang pada dasarnya itu negatif. Ya, kalau memang kita dapati bahwa menyantuni itu bisa menjadi salah satu metode dakwah yang efektif, kenapa kita tidak mencoba meniru?????

Pada akhirnya, satu hal yang tidak boleh terlupa oleh kita sebagai manusia adalah bahwa kita saat ini masih dalam situasi bertanya-tanya. Kita bisa katakan, sudah rajin sholat, rajin puasa. akan tetapi. tidak ada yang bisa memastikan bahwa ibadah dan penghambaan kita kepada Allah tersebut bisa benar-benar menjadi jaminan kita kelak mendapat tempat terindah disisi-Nya. Kita sekarang masih dalam proses mencapai garis finish. Bisa jadi yang sekarang diurutan paling belakanglah akan tampil sebagai pemenang. Sebaliknya, yang sekarang berada diurutan paling depan tidak menutup kemungkinan diakhir lomba justru sampai garis finish yang paling akhir, atau bahkan bisa jadi tidak pernah mencapai garish finish.

Oleh karena itu, sudah selayaknya kita sadari bahwa ada skenario perlombaan yang sedang Allah jalankan dalam penciptaan keberagamaan agama. Kesadaran atas adanya perlombaan ini penting, setidaknya untuk memastikan agar kita tidak santai-santai saja, bahwa kompetisi berbuat baik ini tidak hanya kita saja pesertanya, dan sudah barang tentu di dalam event perlombaan tidaklah dibenarkan untuk melakukan tindakan-tindakan curang, yang dalam hal keberagamaan agama salah satu kecurangannya adalah dengan menjegal agama lain untuk memenangkan agamnya sendiri. Wallahu a'lam.

Wassalamu'alaikum wr.wb


Sumber : Ahmad Muzakkil Anam. Puzzle-puzzle Keilmuan. Yogyakarta: Azyan Mitra Media. 2019
Share:

Minggu, 03 November 2019

"Opo ae manut kue? : Sentimen Keirian"





Assalamu'alaikum wr. wb

Pernah tidak kita merasa benar, bersikap keras dan menantang terhadap sesuatu yang berbeda dari kita? padahal belum tentu yang berbeda dari pandangan kita adalah sebuah kekeliuran, atau mungkin kita sudah terjangkit "sentimen keirian". hah? Sentimen keirian itu apa? kok baru dengar istilah itu. hem jadi gini...

Sentimen keirian semacam adanya rasa iri melihat orang yang berbeda itu memiliki sesuatu yang lebih dari kita, dan kemudian membuat iri itu semakin tinggi saat kita merasa psimis untuk bisa melakukan apa yang mereka lakukan. Misalnya saat kamu menemukan bahwa temanmu bisa bernyanyi dengan sangat bagus, sementara kamu tidak.Jangan lantas kamu mencari-cari dalil yang pada akhirnya kamu gunakan untuk menghukumi temanmu, bahwa menyanyi itu haram. Artinya apa? bisa jadi kebencian kita terhadap satu pihak itu disebabkan atas keirian pribadi kita, iri atas kebaikan yang dimiliki orang lain sementara kita tidak mampu melakukan itu.

Secara sederhana, kata sentimen bisa kita pahami sebagai sikap yang didasarkan pada perasaan yang berlebih-lebihan terhadap sesuatu. sementara iri adalah sikap tidak suka melihat kelebihan orang lain. Artinya, sentimen keirian adalah sikap berlebih-lebihan terhadap kelebihan yang dimiliki orang lain. Parahnya tidak hanya berhenti pada sikap tidak suka saja, melainkan sampai pada upaya-upaya kurang terpuji untuk menjatuhkan orang lain yang memiliki kelebihan.

Sebagaimana contoh diatas, misalnya mengaharamkan musik, yang mana pengharaman tersebut tidak selalu pure bahwa memang hukumnya haram, melainkan karena motif pribadi yaitu ketidakmampuannya dalam bermain musik sehingga dicarikan legitimasi agama yang diarahkan pada pengharaman musik. Contoh-contoh lainnya bisa juga kita amati dalam kehidupan keseharian kita, buanyaak buanget hahaha.

Lalu apa dalam hal beragama, sentimen keirian juga bisa muncul? jawabnya tentu sangat bisa sekali. Yakni perasaan tidak suka yang amat berlebihan melihat pemeluk agama lain memiliki kelebihan dari kita. Kelebihan ini bisa berupa apa saja yang sekiranya memang memunculkan perasaan ketidaksukaan, bisa materi, bisa perbuatan baik atau bahkan keirian melihat kesuksesan dakwah agama lain. Nah, pada bagian terakhir ini sentimennya tinggi, misalnya jika agama lain sukses dalam berdakwah yakni mampu mengajak yang belum seagama agar mau memeluk agama yang sama, mengindikasikan bahwa akan ada agama lain yang kemudian "kecolongan" umat, heuhueu

Misalnya ada kasus, misalnya, jangan bully saya lurd hahaha.. berkurangnya jumlah agama Islam adalah karena maraknya misi Kristenisasi yang diantara salah satu metodenya adalah memberi bantuan-bantuan kepada orang-orang miskin yang lama kelamaan kemudian mereka diajak untuk meninggalkan agama Islam dan berpindah agama, misalnya.

Lalu ditanya, ini salah siapa? ingat, jangan mudah menghakimi. Mari kita perhatikan, apakah salah jika umat Kristen berdakwah menggunakan metode "memberi"? ataukah juga salah jika kemudian yang diberi pun mau mengikuti ajakan yang memberi perhatian penuh kepada mereka? Sebagian umat Islam mungkin akan mengatakan bahwa keduanya salah, terlebih umat islam yang menukar keimanannya dengan perkara dunia. Sedangkan pihak yang memberi bantuan lantas dibenci dan disudutkan, dan pada tahap lebih lanjut tidak jarang mereka diperlakukan sekehendak hati dengan alasan yang menurut saya sangat absurd, yakni membahayakan umat Islam. Pertanyaannya, sejak kapan kebaikan justru membahayakan agama?

Misalkan anda diajak aksi tolak Kristenisasi, bahkan sampai tindakan pengusiran, lalu apakah ada jaminan bahwa umat Islam yang miskin yang telah dibantu oleh umat non-Islam itu akan ditanggung kebutuhannya oleh umat Islam lainnya? ataukah kita hanya berkepentingan cukup mengusir saja dengan menyombongkan diri "yang penting kita sudah menyelamatkan aqidah mereka", adapaun yang kondisi ekonomi mereka yang sulit, kita tidak melakukan hal-hal yang konkret untuk membantu, dan lagi-lagi hanya bisa mengatakan "rezeki itu sudah diatur oleh Allah, setiap orang punya rezeki masing-masing." begitukah?

Saya merasa kurang setuju jika kita sebagai umat Islam adalah mengahrdik, memojokkan atau bahkan sampai melakukan tindakan-tindakan tidak terpuji (misalnya intimidasi sampai pengusiran) terhadap kelompok lain yang notabennya sedang menjalankan perintah agamanya. Tapi ketidaksetujuan ini pun juga berarti saya menuruh kita sebagai umat Islam untuk tidak berbuat apa-apa.

Begini, ada pertanyaan "Dalam hal berkurangnya pemeluk agama Islam di Indonesia ini, kenapa kita harus mencari "kambing hitam?" kenapa tak coba kita cari apa yang sebenarnya salah atau mungkin kurang pas dalam diri kita? Saya contohkan seperti ini. Ada sebuah warung makan yang sangat mewah dengan segala fasilitasnya yang sangat mewah pula. Menu yang spesial, eskterior yang glamor, keistimewaan yang ditampilkan ini setidaknya menjadi alasan bagi kita untuk mengatakan bahwa memang warung makan ini "sempurna".

Namun, kesempurnaan ini akan menjadi aneh jika kita menemukan adanya orang-orang yang awalnya sudah menjadi bagian  dari Warung Makan yang sempurna ini, tiba-tiba mau keluar dan justru lebih memilih warung makan lain yang dalam pandangan kita kurang baik.Akan muncul banyak pertanyaan memang, ini akan menjadi pekerjaaan yang harus kita (sebagai umat Islam) jawab bersama-sama. Bahwa jika dalam pandangan kita bersama bahwa agama Islam merupakan agama paling sempurna, lantas kenapa masih ada saudara-saudara kita yang dengan sukarela keluar dari agama Islam?

Balik lagi ke warung, jadi kenyang haha mantap. Bukan sperti itu, kalau kita jadi pemilik warung makan yang sempurna tadi, apa yang akan kita lakukan? mencari-cari kesalahan warung lain? mencari kambing hitam? atau mencari jarum ditumpukkan jerami?? ahaha gak nyambung. Seharusnya akan muncul evaluasi, misalnya tentang pengelolaan warung makan, apakah pelayanan kita kurang terhadap pelanggan? Mencari apa yang salah dalam diri kita inilah yang menjadi sangat penting untuk dilakukan. Bukan malah mencari kesalahan-kesalahan pihak lain, tidak lantas mengatakan, "ah warung sana pakai jimat, warung sana pakai guna-guna atau apalah sekiranya kita bisa mengatakan bahwa itu salah mereka."

Jika sikap mencari-cari kesalahan pihak lain ini dibarkan berlarut-larut. Maka bisa jadi ini secara tidak langsung mengkonfirmasi mulai munculnya "sentimen keirian" dari umat Islam terhadap agama lain. Jika kita memang sedang iri, bukankah tanpa sadar kita juga telah menerima dan mengkonfirmasi bahwa mereka yang menjadikan kita iri itu lebih baik dari kita? Bagaimana bisa? why not? hahaha bukankah iri adalah sikap tidak suka melihatb pihak lain memiliki kelebihan? Artinya, dalam sikap iri kita, sebenarnya tertanam sikap mengagumi pihak yang membuat kita iri. Semakin kita iri, semakin kita akui bahwa yang membuat kita iri itu lebih baik dari kita. Wallahu a'lam

Wassalamu'alaikum wr. wb

Sumber : Ahmad Muzakkil Anam. Puzzle-puzzle Keilmuan. Yogyakarta: Azyan Mitra Media. 2019
Share:

Sabtu, 02 November 2019

Agama Berpikir, Berpikir Agama







Assalamu'alaikum wr.wb

Malam minggu katanya, malam yang "dibilang" istimewa oleh kawula muda. Gimana tidak, yang sedang pacaran biasa jalan2 keluar kalau ga hujan, kalo ga ldr, yang sudah berkeluarga keluar dengan anak dan istrinya, ditambah lagi besuknya hari minggu yang umumnya pada libur. Syahdu lah.

Seperti malam ini, saya sedang main-main, cuma ngopi sama numpang wifi tepatnya di cafe dekat kos. Disini saya akan bercerita, saya menemui dua orang pelanggan yang juga sedang nongkrong di cafe ini. Mereka sama-sama memesan ayam geprek, mungkin dikosan tidak sempat masak. jadi gini, hahaha. Sebut saja mereka Khafid dan Wahyu. Mereka memesan ayam geprek dengan bumbu saus yang asing bagi keduanya. Setelah mereka memakan makanan yang mereka pesan itu, keduanya memiliki penilaian yang sama. Bahwa Khafid mengatakan enak, dan Wahyu juga mengatakan makanan yang telah mereka makan memiliki rasa yang memang enak.

Meskipun secara penilaian keduanya sama, namun pasca-penilaian yang mereka tunjukkan nyatanya berbeda. Khafid tidak penasaran dengan makanan yang dia katakan lezat itu, ia hanya cukupkan pada keyakinan bahwa tempat dimana mereka makan adalah cafe yang terkenal, maka wajar dan memang sudah seharusnya jika makanan yang disajikan pasti enak. Berbeda dengan Khafid, Wahyu yang juga memiliki penilaian yang sama dengan Khafid terkait makanan yang sama-sama mereka makan ternyata tidak mencukupkan diri hanya meyakini bahwa enaknya makanan yang mereka makan adalah kewajaran dari cafe yang terkenal, dia sangat penasaran dengan makanan yang baru saja dimakan dengan Khafid, terutama penasaran dengan bumbu sausnya. Akhirnya, dari rasa penasaran itulah, dia memberanikan diri untuk bertanya kepada koki yang ada di cafe tersebut, dan anggap saja pada akhirnya Wahyu berhasil mendapatkan resep dari bumbu saus ayam geprek yang enak itu.

Pertanyaan kemudian, manakah yang lebih beruntung? Apakah Khafid yang hanya dapat mencicipi ayam geprek dengan saus llezat? ataukah Wahyu yang disamping mencicipi ayam geprek yang lezat itu juga pulang dengan membawa resep bumbu saus ayam geprek yang telah ia nikmati? Tentulah Wahyu dalam hal ini lebih beruntung dari pada Khafid. Keberuntungan Wahyu kali ini tentu dikarenakan dia mau berpikir dan bertanya perihal ayam geprek itu, tidak seperti Khafid yang tidak mendapat apa-apa selain perut kenyang.

Apa yang bisa kita ambil pelajaran dari kisah Khafid dan Wahyu diatas? Setidaknya kita harus jujur mengatakan bahwa berpikir dan menanyakan sesuatu pada akhirnya tidak selalu bermakna "meragukan" apa yang sedang ditanyakan. Karena nyatanya, ada pertanyaan yang dilatarbelakangi motif ketertarikan yang teramat besar.

Dalam beragama pun demikian, adalah terlalu dini jika menuduh orang yang sama-sama beragama dengan mengatakan mereka "meragukan" ajaran-ajaran agama hanya berlandasakan pada anggapan bahwa bertanya berarti ragu. Karena bertanya nayatanya bisa bernilai positif, karena dalam setiap pertanyaan terkandung nilai-nilai kebenaran baru yang bisa jadi tidak akan muncul jika kita tidak mau pertanyakan dari awal. Begitu nggih kawan-kawan wkwkwk. Wallhua a'lam.

Wassalamu'alaikum wr.wb

Sumber : Ahmad Muzakkil Anam. Puzzle-puzzle Keilmuan. Yogyakarta: Azyan Mitra Media. 2019
Share:

Selasa, 29 Oktober 2019

Mari Menyelam: Mengamati Kehidupan Ikan






Assalamu'alaikum wr. wb

Sebelumnya, saya ingin meminta maaf karena memfoto kalian malam-malam begini sebagai objek bahasan blog saya malam ini. Bisa kita lihat bersama, itu adalah foto ikan dalam aquarium kecil. Berdasarkan ciri-cirinya ikan adalah hewan yang bernafas dengan insang, berekor, bersisik, bertelur, hidup dalam air. Nah itu paus dan lumba-lumba apa dong, kan mereka beranak. Kata guru biologi mereka adalah mamalia dengan beberapa cirinya beranak, bernafas dengan paru-paru. Tapi kebanyakan orang menyebutnya ikan paus, ikan lumba-lumba, entahlah terserah. Mungkin bisa disimpulkan juga bahwa yang mirip ikan belum tentu ikan, apalagi yang hanya ada di air, itu ada penyelam, batu karang, rumput laut, bangkai kapal sudah pasti mereka bukan ikan. Jangan mudah menilai.

Ikan itu enak kok kalau digoreng, dipepes, apalagi dibakar. Bisa kita browsing di google tentang manfaat mengonsumsi ikan, pasti akan keluar ratusan bahkan ribuan tulisan tentang kandungan protein, atau macam-macam vitamin yang sangat banyak jika dituliskan disini. Ngomong-ngmong soal ikan, apa ada ikan yang dari lahir segitu hingga dewasa juga segitu? seperti tidak ada pertumbuhan. Makan iya, tapi kok gak gede-gede. Pasti orang tuanya sangat sedih, seperti orang tua kita ya kan, ya kan.

Ikan yang hidup dilaut sana, apa dagingnya juga asin ya? sepertinya tidak. Lihat saja kalau ibu kita masak, pasti saat goreng ikan masih dibumbui dengan garam. kok bisa ya, hidup ditempat asin tapi tidak tertular asin. Yah emang begitu si, entah penelitiannya bagaimana itu. Tapi dari hal tersebut kita belajar, jangan mudah terpengaruh dengan lingkungan. Silahkan berteman dengan siapapun, teman baik teman buruk silahkan saja. Toh seburuk-buruknya teman juga pasti ada hal baiknya. Selagi kita punya prinsip / benteng yang kuat, tentu tidak akan mudah terombang ambing dengan arus pergaulan kita.

Ikan pun begitu. Lautnya asin, eh dia punya antobody asin mungkin kali ya jadi ga tertular asin. Selain itu benteng fisiknya juga mantap, kuat nerjang ombak, angin, badai dan kawan-kawannya. Lalu adakah ikan yang berenang mundur? badannya bergerak mundur begitu dari ekornya, tapi sepertinya tidak ada. Anggap saja itu sebuah visi kedepan menggapai tujuan, lebay banget. Kalau manusia, kadang maju kadang mundur. Maju ketika ada kawan-kawannya, mundur pas ga ada yang dukung haha jago kandang. Bukan begitu juga. Manusia perlu tujuan yang ingin dicapai. Demi mencapainya ia harus terus maju, ketika sudah tercapai maka buatlah tujuan-tujuan baru lainnya, agar selalu bergerak maju. Jangan sedikit-sedikit galau, pasrah, "sudah takdir kok". Haduh.. arek gendeng. Konsep rejeki ya kan sudah jelas, ikan yang sehat, giat, lincah, besar, ketika si bos menaburkan pakan pasti dengan sigap menjemput pakannya. Ya bagitulah manusia, Gusti Allah ngasig rejeki, dan kita hanya diam dirumah misalnya, ya tetep kebagian si mungkin, tapi cuma sedikit, paling sisa-sisa manusia lainnya. Beda lagi kalau kita giat, aktif, semangat, bisa jadi rejeki kita jadi berkali-kali lipat. Mantul kan?

Balik lagi ke ikan, intinya gini wis. Contohlah ikan yang teguh pada pendiriannya, tidak mudah terkontaminasi dengan lingkungannya. Jika kita tidak bisa mewarnai hidup orang kain dengan kebaikan, paling tidak kita tidak bisa dipengaruhi oleh orang lain untuk melakukan keburukan dan sesuatu hal yang bersifat negatif, apalagi malah kita yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat buruk hahaha parah. Kemudian yang terakhir adalah beradaptasi dengan lingkungan bukan berarti kalah dan menyerah pada keadaan, sehingga kita kehilangan jatidiri, melainkan tetap hidup sesuai ketentuan Allah tanpa harus merasa diganggu dan terganggu. Wallahu a'lam.

Wassalamu'alaikum wr. wb.
Share:

Kamis, 24 Oktober 2019

Kemiskinan Perspektif Al-Qur'an : Penyebab & Solusi



            Bagaimana Islam memandang kondisi kemiskinan? Sebagai sebuah sistem hidup, Islam adalah agama kesejahteraan dan sebaliknya membenci kemiskinan. Sampai-sampai tujuan syariah yang paling utama adalah menciptakan kesejahteraan, dalam hal ini hifdh al-mal (penjagaan harta). Harus diakui, kemiskinan bagi umat Islam adalah musuh paling berbahaya sebab kemiskinan memungkinkan manusia berpaling dari Tuhannya sehingga menjadikan orang yang kafir, sedangkan kafir adalah kebalikan dari Islam itu sendiri.
            Kata miskin merupakan kata benda, yang berasal dari kata sakana-yaskunu-sukunan/miskin yang berarti “diam”, “tetap”, atau “reda”. Kata miskin dan yang seasal dengannya disebut sebanyak 69 kali dalam Al-Qur’an. Dari 69 kali itu, khusus yang bermakna kemiskinan sebanyak 23 kali, 11 kali diantaranya dalam bentuk tunggal (miskin) dan 12 kali dalam bentuk jama’ (masakin).[1]
            Selain itu, masih ada beberapa ayat lain yang menyebutkan kata yang sejenis dengan kemiskinan, seperti kata faqir, fuqara’, ba’s, sail, qani’, mu’tarr, dha’if, atau mustadh’afin. Banyaknya kata ini dibahas dalam Al-Qur’an menunjukkan betapa kemiskinan merupakan fenomena tak terpisahkan dalam kehidupan ini dan Al-Qur’an memberi perhatian sekaligus solusi untuk hal tersebut.
            Kata miskin menurut Al-Asfahani dan Ibnu Manzhur sebagaimana yang dikutip dari Esiklopedia Al-Qur’an berarti ‘tetapnya sesuatu setelah bergerak’. Dalam istilah agama, kemiskinan berarti orang yang tidak memperoleh sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan diam itulah yang menyebabkan kemiskinannya. Beberapa pendapat ulama menyebut bahwa arti kemiskinan lebih cenderung disebabkan dari subjeknya sendiri. Dengan kata lain, kemiskinan dalam definisi ini bukan mengarah kepada kemiskinan yang bersifat struktural.
            Definisi diatas menunjukkan kemiskinan terjadi disebabkan oleh “aksi diam” seseorang dalam menggapai tebaran rahmat Allah yang terbentang di alam ini. padahal, Allah sendiri tiada putus-putusnya memberi fasilitas secara tak terhbatas yang dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai bekal kehidupannya. (Lihat Q.S Hud : 6). Dengan kata lain, Allah tidak pernah berhenti memproduksi sumber daya alam yang terbentang luas di dunia ini yang disiapkan bagi semua makhluk di muka bumi ini. Manusia yang senantiasa “bergerak” akan menjadi kaya sedangkan manusia yang “diam” akan menjadi miskin.
            Menelusuri kemiskinan dalam Al-Qur’an, terlihat bahwa terjadinya kemiskinan itu tidak hanya disebabkan faktor pribadi yang tidak berusaha secara baik sehingga tidak mendapatkan penghasilan. Namun, Al-Qur’an juga mensinyalir bahwa kemiskinan yang terjadi itu disebabkan sistem kemasyarakatan (baca:penguasa) yang membuat masyarakat tersistem jadi miskin dengan kebijakan yang diperbuat atau yang bisa disebut kemiskinan struktural.
Pada dasarnya miskin dan kaya adalah sunnatullah sebab tiada orang kaya tanpa orang miskin, sebaliknya, tiada orang miskin tanpa orang kaya. Al-Qur’an menyebutkan bahwa kaya miskin adalah sebuah sistem dalam kehidupan. Keduanya merupakan perangkat dari sistem itu sendiri, ketiadaan yang satu akan menafikan yang lainnya. Tidak ada orang kaya tanpa orang miskin, dan orang miskin pasti selalu membutuhkan orang kaya sebagai “sumber” rezeki. (Lihat Q.S. Az-Zukhruf : 32). Oleh karena itu, keduanya haruslah saling mengerti dan memahami, ketika kaya-miskin mau saling “berkoordinasi”, akan terciptalah negeri yang makmur.
Al-Qur’an sendiri telah menyiapkan seperangkat perintah dan alat bagi manusia untuk menunjuk manusia dalam mengentaskan kemiskinan. Pertama,Allah menyuruh setiap individu untuk melakukan usaha mencari rezeki secara maksimal dalam memperoleh kebutuhan hidupnya. Allah telah menyiapkan rezeki di dunia ini untuk manusia (Lihat Q.S. Al-Qashash:77). Oleh karena itu, Islam adalah agama yang menagajrkan etos kerja bagi umatnya untuk “menjemput rezeki”.
Kedua, Allah menyuruh kepada sesama untuk saling memberi bantuan kepada orang yang membutuhkan (Lihat Q.S. An-Nur: 22). Dalam konteks ini, terjadilah apa yang disebut dengan interdependensi (saling ketergantungan) antara si kaya dan si miskin. Keduanya hendak bisa saling membantu dan saling mengerti posisi satu sama lain.
Ketiga, dibutuhkan political will pemerintah untuk memperhatikan mereka yang kurang mampu dengan berbagai instrument, seperti zakat, sedekah, dan modal kerja. Hal ini sebagaimana diperintahkan Allah dalam firman-Nya (Lihat Q.S. At-Taubah: 60). Sampai disini, betapa Al-Qur’an itu adalah kitab suci yang lengkap karena di dalamnya terdapat seperangkat norma dan segala hal dijelaskan secara detail, mulai dari menyikapi fenomena kemiskinan, memberi motivasi kepada setiap individu untuk meraik rezeki yang disiapkan Allah, hingga menyiapkan sejumlah instrument ekonomi lainnya sebagai “aturan baku” negara untuk mengentaskan kemiskinan. Jika demikian, mengapa kita tidak belajar saja dari Al-Qur’an? Wallahua’lam.


[1] Quraish Syihab, dkk., Ensiklopedia Al-Qur’an (Kajian Kosakata), (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hlm. 610


Share:

Senin, 07 Oktober 2019

The Process of Comprehension




BAB I
PENDAHULUAN
The Process of Comprehension adalah sub materi dalam kajian Psycolinguistic yang membahas tentang proses-proses dan masalah-masalah yang dihadapai seseorang dalam memahami suatu ujaran. Pemahaman seseorang terhadap suatu ujaran dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu 1) Fonological Representation, yaitu kemampuan seseorang dalam menangkap suara, 2) Lexical Look Up, yaitu kemampuan seseorang dalam menemukan makna kata yang telah didengar (membuka kamus batin), dan 3) Syntactical Structure, yaitu kemampuan seseorang dalam menebak, mengolah, dan menganalisa struktur kalimat. Ketiga tahapan ini terjadi begitu cepat sehingga sangat jarang ada orang yang menyadarinya.
Fonological Representation atau penangkapan suara ujaran yang didengar merupakan syarat pertama yang harus dialami seseorang dalam memahami. Dalam hal ini pendengaran seseorang terhadap suatu sangat menentukan. Seseorang yang memiliki masalah dalam pendengaran sangat berbeda dalam memahami suatu ujaran dengan seseorang yang pendengarannya baik. Begitu pula meskipun seseorang memiliki pendengaran yang baik, apabila dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keramaian atau kebisingan-kebisingan suara yang lain juga akan mempengaruhi pemahaman seseorang, karena bisa saja seseorang salah dengar.
Lexical Look Up atau kemampuan seseorang dalam menemukan makna kata yang telah didengar adalah proses kedua setelah seseorang mampu mendengarkan suatu ujaran dengan baik. Disebut juga dengan istilah “membuka kamus batin”, karena tahap ini terjadi dalam bentuk proses yang begitu lembut di dalam otak setiap individu dalam proses memahami suatu ujaran. Lexical Look Up ini sangat dipengaruhi oleh kemus kebatinan atau referensi perbendaharaan bahasa yang dimiliki seseorang. Seorang asli kelahiran Jawa dan selama hidupnya ia tinggal di Jawa dan belum pernah bertemu orang selain orang Jawa tidak akan paham ketika ia mendengar kata-kata seperti “Anjeun” (Sunda = Anda). Hal ini dikarenakan dalam “kamus batin” – nya tidak terdapat kosa kata tersebut.
Kemudian tahapan yang terakhir adalah Syntatical Structure atau kemampuan seseorang dalam menebak, mengolah, dan menganalisa struktur kalimat. Mungkin seseorang dapat menangkap ujaran dengan baik, mengetahui arti setiap kata demi kata dalam ujaran tersebut, namun apabila ia gagal dalam menganalisa struktur kalimat dalam ujaran tersebut, maka dapat dikatakan bahwa ia telah gagal dalam memahami ujaran tersebut (“gagal paham”). Seperti halnya saat seseorang berkata kepadanya, “Warungnya tutup”. Kedua kosa kata tersebut mungkin sudah tidak asing lagi dalam kamus batin seseorang, namun karena ia telah gagal dalam menganalisa struktur pengucapan kalimat tersebut, bisa saja ia memehaminya hanya sebagai informasi atau kelimat berita, atau memahaminya sebagai perintah, artinya seseorang memintanya untuk menutup warung, atau memahaminya sebagai pertanyaan, apakah warungnya tutup?
Kegiatan ini merupakan kegiatan pengamatan terhadap proses pemahaman yang terjadai pada siswa-siswi di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Semarang dan pengamat sendiri saat keduanya berinteraksi. Kegiatan pengamatan ini dilakukan sebagai aplikasi terhadap teori-teori bagaimana proses seseorang dalam memahami yang telah kami pelajari di kelas. Hasil pengamatan ini kami susun dalam bentuk sebuah laporan yang berjudul “Laporan Pengamatan Proses Pemahaman pada Anak-anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Semarang”.
A.     Nama Kegiatan
 “Pengamatan Proses Pemahaman (The Process of Comprehension) pada Anak-anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Semarang”

B.     Anggota Kelompok
1.      Ragil Basuni                  133211019
2.      Very Aulia Rahman       133211020

C.     Waktu dan Tempat
Watu                : Kamis, 21 April 2016
Tempat : Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Semarang

D.    Agenda
No
Waktu
Kegiatan
1
06.00
Persiapan Pemberangkatan (Kampus)
2
06.30
Perjalanan Menuju Lokasi Pengamatan
3
08.00
Sampai di Lokasi Pengamatan, Dilanjut Brifing (Pembekalan)
4
08.30
Pengamatan di Lapangan
5
10.00
Brifing, Kembali ke Kampus
BAB II
RINCIAN KEGIATAN
A.     Pra Kegiatan
Setiba di lokasi, begitu masuk komplek kampus SLBN Semarang para siswa-siswi SLB tersebut langsung berlarian menyambut kedatangan kami. Kami bersalaman dengan mereka. Beberapa di antara kami ada yang menanyakan nama-nama mereka, kemudian mereka menjawab, kemudian berlarian pergi lagi. Kemudian kami berkumpul dalam suatu ruangan aula untuk diberi pembekalan oleh dosen pengampu mata kuliah Psycoliguisti ini, Dr. H. Ahmad Ismail, M.A., M.Hum dan salah satu guru SLBN tersebut tentang bagaimana dan apa saja yang harus kami lakukan saat pengamatan dalam kelas.

B.     Proses Kegiatan Pengamatan
Kami mendapatkan lokasi pengamatan pada kelas 5 SD. Dalam kelas tersebut terdapat 5 (lima) siswa, yaitu Nisa, Danis, Hafiz, Kalila, dan Anis, dan satu “asisten” guru, yaitu Adel.
1.      Gambaran Personal
a.       Nisa
Namanya adalah Nisa. Pada awal kami memasuki kelas kami melihat Nisa sedang menundukkan kepala seperti orang sedang tidur. Kami mulai mendekatinya dan menanyakan siapa namanya. Secara perlahan kami tanyakan, “Adik..namanya siapa?” dia tidak menjawab. kami mencoba menanyakan namanya kembali dengan sangat perlahan dan jelas, kami juga mendekatkan telinga kearah sumber suara berharap terdengar sebuah jawaban. Terdengar seperti “nn..saa”. Terdengar sangat pelan dan tidak begitu jelas. Nisa tidak mengetahui huruf dan angka. Ketika kami bermain mewarnai gambar, kami meminta nisa untuk mengambil pensil warna hijau, ia kemudian melihat dalam kotak yang berisi penuh dengan pensil warna, ia mencari-cari dan benar ia mendapatkan pensil warna hijau. Kami berpikir mungkin itu cuma kebetulan. Kembali lagi kami menyuruh Nisa mengambil pensil warna biru, ia dapat mengambilnya. Seterusnya hingga ia juga berhasil mengambil pensil warna coklat. Tetapi kemudian ia gagal saat kami menyuruh pensil warna merah. Ia ternyata tidak mengetahui warna merah, berkali kali dicoba ternyata masih salah.
Ketika kami menanyakan “Nisa bisa menulis tidak?” , ia lalu menuliskan sebuah coretan-coretan yang terlihat seperti huruf “p” dan “b”, berulang seperti itu. kami mencoba menanyakan tentang benda-benda disekelilingnya, kami mulai dari sepatu. Saat kami Tanya “Nisa, ini namnya apa?” Nisa hanya diam. Kami ulangi lebih perlahan, ia juga hanya diam. Ketika kami mulai mencontohkan mengucapkan kata se-pa-tu, ia hanya mampu mengucap sampai ejaan “se”. Nisa juga tidak mengetahui meja, lampu, tas, baju, saat kami menanyakannya. Tetapi nisa tahu penghapus, hal ini terbukti ketika kami meletakkan pensil dan pengahapus berjajar, dan meminta nisa untuk mengambilkan penghapus, ia bisa mengatasinya. Ia juga tahu fungsi penghapus, terbukti ketika ia sedang menulis kemudian terjadi coretan panjang, ia langsung menghapusnya.

b.      Danis
Namanya adalah Danis. Ketika kami menanyakan namanya, ia hanya menjawab “yayaya” “yayaya” begitu seterusnya. Setiap kami menanyakan sesuatu ia hanya menjawab “yayaya” “yayaya”. Sama halnya dengan nisa, kami juga bermain mewarnai gambar dengan danis. Danis bisa membedakan warna, ketika kami menyuruh mengambil pensil warna yang kami katakan. Seakan ingin mengatakan sesuatu, setiap kali ia berhasil mengambil pensil warna yang kami tentukan, ia kemudian menunjukkan kepada kami seolah meminta penilaian dengan ujaran “yayaya” “yayaya”, meskipun ia hanya berkata “yayaya” kami mengerti bahwa ia ingin meminta penilaian. Hal ini terbukti ketika ia salah mengambil pensil warna dan menunjukkan kepada kami, dan kami berkata “oh..bukan itu”, ia langsung menggantinya dengan pensil warna yang lain begitu seterusnya.
Danis tahu pensil warna yang lancip dan yang patah. Ia juga tahu bagaimana cara meraut pensil. Bahkan ketika kami pura-pura minta tolong diajarkan bagaimana meraut pensil, danis mengajarkannya. Tiba-tiba danis beridiri sambil berkata “yayaya” “yayaya”, ia menunjukkan rautan pensilnya yang sudah penuh. Kami memahami itu bahwa ia ingin membuang bekas rautan pensil. Ternyata benar ia melakukannya dan ia megatakannya pada kami tiga kali seperti itu.

c.       Hafiz
Tidak banyak yang bisa kami pahami tentang Hafiz. Saat berinteraksi dengan anak-anak dalam kelas tersebut, kami sempat memberikan beberapa pertanyaan kepada Hafiz, “Namanya siapa dek?”, ia menjawab “Ha-iz”. Kami sempat bingung, berusaha memprediksikan apa yang sebenarnya ia maksud. Kami baru menyadarinya bahwa namanya adalah Hafiz setelah kami melihat lambaran tugas yang diberikan oleh guru, di sana tertulis “Hafiz” dalam bentuk huruf putus-putus. Kamudian kami memberikan beberapa pertanyaan lagi, namun kami gagal memahami jawaban-jawaban yang ia berikan.

d.      Kalila
Namanya adalah Kalila. Ketika kami tanya namanya, ia seketika bisa menjawab “Kalila” dengan ujaran yang cukup jelas untuk kami pahami. Kalila bisa berhitung dari satu sampai sepuluh, akan tetapi tidak bisa menuliskannya. Ia juga tidak mengetahui huruf. Ketika kami memulai obrolan dengan Kalila, selalu ada timbal balik darinya seperti ketika ditanya “Kalila kelas berapa?” ia menjawab “kelas 5” dan bergantian tanya balik kepada kami; “Mas kelas berapa?” kami mendengar kata yang terucap darinya. Mungkin itu karena ada faktor pertanyaan yang kami utarakan terlebih dahulu sehingga ia bisa menanyakan balik, pikir kami. Akan tetapi, ketika kami memperlihatkan gambar ikan, tiba-tiba kalila bertanya “Mas, punya ikan?” , kami secara langsung memahaminya. Kemudian diantara kami dan Kalila terjadi suatu obrolan yang cukup lama, tanya menanya tentang kebiasaan dirumah, tentang punya sepeda warna putih, dan suka nonton upin ipin. Dari beberapa ucapannya, ada beberapa kata yang sukar ia ucapkan yaitu kata “hiu” yang ia baca “yu”, kemudian huruf “s” seperti terbaca huruf “c”. Kalila juga bisa menolak perintah, ketika kami memintanya untuk menggambar matahari, dia berkata “emoh” sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ternyata dia ingin menggambar bunga melati, katanya.

e.       Anis
Namanya adalah Anis. Ketika ditanya ataupun diajak ngobrol dia tidak menjawab apa-apa. Dia hanya senyum-senyum dan tertawa. Ketika waktu jam istirahat, kami menanyakan bekal apa yang dibawa, anis langsung mengeluarkan isi tasnya dengan bekal roti dari rumah, tetapi denan sikap yang sama tanpa ada kata yang terucap.
f.        Adel
Adel adalah salah satu lulusan Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Semarang. Usianya sudah menginjak usia orang dewasa pada umumnya. Berdasarkan wawancara dengan guru, sebenarnya Adel dititipkan kembali oleh keluarganya di sekolah ini karena khawatir apabila terjadi hal-hal yang mengjhawatirkan di lingkungan rumah. Pada awal dititipkannya Adel kembali ke sekolah ini, ia sempat menolak. Karena sebenarnya dia tahu bahwa “Saya kan sudah lulus, ngapain saya kembali ke sekolah?”. Kemudian orang tua Adel bersepakat dengan pihak sekolah untuk memberikan status “asisten” guru untuk mensiasati masalah ini.
Sebagai seorang yang “Luar Biasa”, Adel cukup berbakat untuk menjadi seorang “asisten” guru. Sejak pertama kali kami memasuki kelas, kami kurang begitu menyadari bahwa dia adalah salah satu pasien di sekolah tersebut. Penampilannya sangat meyakinkan ia seorang guru pada umumnya. Seragam legkap, dengan pinset nama di dada kiri, dan sebuah cincin akik besar di jari tangan kanannya. Para guru dan anak-anak lainnya memanggilnya “Pak Adel”. Namun akhirnya kami mengetahuinya setelah kami perhatikan penampilannya secara fisik dan dikuatkan oleh penjelasan dari guru.
Adel tidak banyak bicara, hanya diam, senyum, dan terlihat sedang sibuk dengan sebuah buku dan sebuah bolpoin. Hal yang menarik dari Adel adalah sifat kecemburuannya yang sangat tinggi. Terbukti saat salah satu pengamat sedang berinteraksi dengan salah satu guru di kelas tersebut, ia terlihat begitu murung dan cemberut. Menurut keterangan dari guru, orang-orang luar biasa seperti ini memiliki perkembangan seksualitas yang lebih cepat dan rasa kecemburuan yang begitu tinggi jika dibandingkan dengan orang-orang biasa pada umumnya. Setelah kami tahu bahwa ia sedang “cemburu”, kami mendekatinya dan menanyainya, “Pak Adel, gimana tugasnya, kayaknya kok sibuk sekali?”. Adel hanya memalingkan muka dan keluar meninggalkan kelas tanpa sepatah kata pun. Menurut keterangan dari guru, “Tidak apa-apa mas, memang sudah biasa seperti itu.”

2.      Susunan Kelas
Ketika kami memasuki kelas, hanya ada 3 siswa yaitu Nisa, Danis dan Kalila. Kalila dan Danis menyambut kami dengan senyuman dan tawa, sementara Nisa seperti tertidur diatas meja. Kemudian datang salah satu teman mereka bernama Hafiz, kami memperhatikan bagaimana mereka menyambut teman mereka yang terlambat dengan berpelukan satu sama lain, dengan penuh keceriaan dan ikut membantu menata tempat duduknya. Perlakuan tersebut pun kembali terulang ketika Anis memasuki kelas. Seperti terjadi komunikasi diantara mereka yang kami sendiri tidak paham akan artinya. Kami mencoba mendengarkan dan melihat apa yang mereka lakukan, tetapi kami juga belum dapat memahaminya. Mereka terlihat seperti tertawa satu sama lain, akan tetapi mungkin ada pesan yang disampaikan yang kami sendiri tidak dapat memahaminya.
Suasana kelas cukup terkendali, hanya saja sesekali ada teman yang jail seperti Hafiz yang mencoba memukul Kalila dengan botol minumnya. Mereka tahu ketika kami mengambil foto dan ingin melihat hasilnya setelah berfoto. Mereka bisa ditata duduk secara rapi dan bergaya sesuai kehendak mereka.

3.      Wawancara dengan Guru
Guru kelas yang mendampingi kami adalah Bu Yani. Beberapa informasi yang kami dapatkan dari bu Yani yaitu anak-anak kelas ini tidak bisa diberikan atau menerima informasi yang terlalu banyak, karena daya ingat mereka tidak seperti anak-anak pada umumnya. Ketika mereka mengenal hal baru, maka ingatan akan hal lama akan menghilang. Jadi begitu, mengapa mereka hanya mengenali benda-benda yang ada disekitar mereka yang sering mereka gunakan dan asing akan benda-benda lainnya.
Mereka memiliki sifat yang ketika sudah menyukai suatu hal, maka sampai kapanpun akan menyukainya dan sukar untuk mencegahnya. Misalnya Nisa yang pergi kemana-mana selalu membawa cepet rambut warna pink, kemudian Danis yang setiap makan bekal harus sari roti dan tidak mau digantikan dengan yang lain. Mereka suka mencari perhatian dari orang disekitar dengan aktifitas mereka, seperti Hafiz yang mencoba memukul Kalila untuk kemudian kami nasehati, Kalila yang selalu memanggil-manggil kami ketika kami memperhatikan temannya yang lain.

BAB III
ANALISIS
Berdasarkan pada pengamatan kami diatas, dapat kami hubungkan dengan tahapan-tahapan seseorang memahmi ujaran, yaitu The Problem of Comprehension yang meliputi : 1) Fonological Representation, 2) Lexical Look Up, dan 3) Syntactical Structure.
A.     Fonological Representation (menangkap suara)
Dalam tahapan ini, melihat timbal balik dari mereka, penyampaian kata dan ujaran dari kami kurang tertangkap baik oleh pendengaran mereka. Kami telah berusaha untuk berbicara pelan-pelan dan sejelas mungkin kepada mereka.
Sebagian dari mereka bisa menerimanya, dan sebagian lainnya hanya diam atau hanya tersenyum saja.
Sedangkan kami dalam menangkap suara atau ujaran mereka mengalami kesulitan, sebagian besar dari mereka mengutarakan kata yang belum bisa kami dengarkan dengan baik.
B.     Lexical Look Up (membuka kamus batin)
Dalam tahapan ini, sebagian dari mereka hanya mengetahui kata ataupun benda yang setiap harinya berhubungan dengan mereka seperti pensil, penghapus, kotak bekal makanan. Kemudian tidak ditemukannya makna meja, lampu, sepatu, mobil, pesawat, mesikpun salah satu diantara meraka ada yang sudah mengetahuinya
C.     Syntactical Structure (struktur kalimat)
Dalam tahapan ini, sebagian dari mereka sudah bisa memahami kalimat-kalimat atau perintah-perintah sederhana dari kami, dengan adanya tindakan yang mereka lakukan setelah kami berujar. Misalnya ketika Danis salah mengambil pensil warna, kemudian kami berkata “oh..bukan itu”, bukan itu adalah maksutnya bukan pensil warna itu, tetapi yang lain. Danis kemudian mengerti dan meneruskan pencariannya.
Sedangkan kami dalam tahapan ini mengalami kesulitan, karena sebagian dari mereka hanya berkata “yayaya” ataupun sambil senyum-senyum. Tapi ada satu kejadian dimana kami bisa memahami apa yang mereka maksut, yakni ketika Danis bermaksud membuang bekas rautan pensil dengan berkata “yayaya”, dengan melihat tindakannya kami sudah bisa memahami atas apa yang akan ia lakukan, dan terbukti benar.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan diatas dapat kami simpulkan bahwa hampir seluruhnya siswa kelas 5b jenjang SD dapat memahami ujaran yang kami sampaikan, dengan catatan bahwa ujaran tersebut mencakup kosakata yang sudah biasa mereka dengar dan praktekkan. Ujaran yang mengandung kosakata asing atau jarang mereka dengar, akan berdampak pada diamnya siswa atau tidak ada tindakan yang dilakukan.
Kemudian dari segi penyampaian ujaran, hanya ada satu siswa yang dapat menyampaikan ujaran dengan cukup jelas dan memahamkan kami. Sebagaian besar dari mereka memilih tidak berbicara ataupun berkata sesuai dengan gaya mereka dan membuat kami tidak paham.



Share:

TERJEMAHKAN BLOG INI

PENGUNJUNG SAAT INI