TRAVELING

Gunung Andong adalah salah satu gunung yang berada di Jawa Tengah. Gunung ini memiliki ketinggian sekitar 1726 Mdpl dan sangat cocok bagi pendaki pemula. Dari Puncak pendaki dapat melihat Gunung Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing, Prau, Ungaran, Telomoyo serta puncak Andong lainnya.

DUNIA PENDIDIKAN

Dari dulu sampai sekarang, bahkan sampai kapanpun, pendidikan sangatlah penting. jangan sia-siakan waktu kita untuk hal yang tidak bermanfaat. Mari memulai dengan membaca buku, membaca informasi, berita dan info-info penting lainnya yang bermanfaat.

KULINER

Horok-horok adalah salah satu makanan khas kota Jepara Jawa Tengah. Teksturnya yang kenyil dan terbuat dari sagu ini sangat cocok sebagai pengganti nasi untuk teman makan bakso, pecel dan lainnya. Harganya sangat murah berkisar seribu rupiah. kita bisa sangat mudah menemukannya di setiap warung bakso yang ada di Jepara. Silahkan mampir dan buktikan rasanya.

ANIME

Siapa yang tidak tahu dengan karakter Son Goku? atau Yugi? Naruto? sudah pasti kita semua tahu. Terutama anak-anak generasi 90-an sudah pasti hapal dengan mereka. Setiap minggu dari pagi sampai siang kita selalu anteng dirumah demi menunggu mereka ini. Tak terasa beberapa tahun berlalu, satu persatu dari mereka mulai menghilang dari pertelevisian kita. Entah kenapa, sekarang kita cuma bisa mengaksesnya via online.

BISNIS

Berbicara soal bisnis memang tak ada habisnya. Ide-ide baru, inovasi selalu bermunculan bersama berkembangnya zaman. Sebagian orang mungkin bingung dari mana memulai, mau usaha apa, dan seterusnya. Kita analisa dulu potensi daerah kita, apa yang dibutuhkan masyarakat, dan kerjakan. Memulai bisnis memang serasa menakutkan. Rasa ragu, tidak percaya dengan produknya dan lain sebagainya. Tapi sebenarnya, lebih menakutkan lagi ketika kita punya planning bisnis tapi tidak pernah kita realisasikan.

Minggu, 10 November 2019

SIMBA : Hakuna Matata Tentang Usahamu



Assalamu'alaikum wr. wb

Tahu kisah simba si anak singa? Kalau belum tahu silahkan tonton dulu. Banyak versi dari kartun jaman jadul hingga versi yang sekarang dengan visual yang lebih nyata. Kalau sudah nonton, silahkan baca berikut ini hahaha..

Sudah tak terhitung saya menonton film ini, dari yang versi jadul hingga yang versi sekarang dengan cerita yang sama persis, atau bahasa enaknya "plek". Tapi baru akhir-akhir ini nonton jadi terpikirkan tentang pembelajaran-pembelajaran bisnis maupun usaha dari sudut pandang saya, wkwk lalu dari kemarin pas nonton ga mikir apa-apa? hahaha jawabnya adalah tidak.

Banyak hal yang tak terduga bisa terjadi
Di dunia ini sangat banyak sekali hal-hal yang tidak bisa kita prediksi. Katakanlah kita sudah menyusun rencana dengan matang / sempurna, apakah jaminannya adalah sesuai apa yang kita harapkan? kemungkinan memang iya, tetapi kemungkinan lainnya adalah tidak. Lah kok gitu? ya memang gitu, karena kita bukanlah pihak yang bisa menentukan, kita hanya perencana.

Coba lihat Simba, ayahnya yang sangat tangguh dan sangat dicintainya, Mufasa tiba-tiba meninggal dunia ketika terjadi suatu insiden. Apalagi dia harus meninggalkan rumah dan keluarganya dengan membawa rasa bersalah yang sangat mendalam. Tahta ayahnya diambil oleh pamannya dengan cara yang sangat licik. Simba kecil yang masih polos sangat bingung dan terpukul, apalagi dia masih dalam usia tumbuh dan belum bisa apa-apa.

Lantas gimana seharusnya? mudahnya kita harus punya banyak rencana. Ketika rencana A gagal, kita tahu apa yang harus dilakukan dengan rencana B. Jangan psimis sangat betul sekali, tapi terlalu optimis juga kurang bagus. Karena saat rencana kita gagal kita akan bingung sebingung-bingungnya, entah apa lagi yang harus dilakukan. Seperti saat kalian terlalu cinta, terus harus pisah, galau berkepanjangan hahaha

Bekerja keras itu baik, tapi kita harus bekerja pintar. Ketika kita sadar bahwa rencana A tidak berhasil, maka kita harus mencoba untuk memodifikasinya dan mencari jalan lain yaitu rencana B, C dan lainnya.

Jangan terlalu menyesali kegagalan
Coba ingat kembali, saat Simba merasa sangat bersalah dan menyesal ketika Mufasa (ayahnya) tewas dibunuh oleh pamannya sendiri, Scar. Ayahnya sempat kecewa dengan Simba karena pernah tidak patuh pada perintah ayahnya. Barulah saat dia kehilangan ayahnya akibat suatu insiden, ia sadar bahwa seharusnya dia tidak pernah melakukan hal tersebut.

Sama halnya dengan usahamu, rencanamu, bisnismu. Adakalanya usaha kita mengalami kegagalan dan menyebabkan kerugian. Perasaan sedih dan kecewa akan muncul, tapi kita harus segera sadar bahwa menyesalinya terus menerus bukanlah sebuah solusi, tapi merugikan sebuah kerugian yang sebenarnya karena tidak akan mengubah apapun. Masih ada hari esuk dan selanjutnya untuk kita berjuang. Lebih persiapan diri kita untuk mengecilkan kemungkinan kegagalan-kegagalan.

Mau lanjut poin selanjutnya tapi malas ngetiknya, dikit aja wis ya, mga manfaat heuehu

Wassalamu'alaikum wr. wb


Share:

Selasa, 05 November 2019

Allah sedang Mengadakan Lomba, Kita adalah Pesertanya


Assalamu'alaikum wr. wb

Seperti biasa, diawal tulisan saya akan mulai dengan bercerita, asik kan heuheu.. jadi begini..
Suatu hari, kiki menemukan sebuah pengumuman akan diadakannya event lomba lari yang menjanjikannya hadiah yang cukup besar. Kemudian, kiki ikut mendaftarkan diri sebagai peserta lomba.

Skip ya, tibalah pada hari diselenggarakannya event lomba tersebut. Namun, ketika tiba di tempat perlombaan, kiki memerhatikan dan ternyata ada suatu yang aneh. Pasalnya kiki tidak menemukan peserta lain selain dirinya, yang ada hanya panitia dan beberapa penonton, dan sekali lagi tidak ada peserta lain selain kiki seseorang. Kiki kemudian bertanya kepada panitia, mereka mengkonfirmasi bahwa memang peserta lomba hari itu hanya Kiki. Meskipun begitu, pihak panitia tidak berencana untuk membatalkan perlombaan itu meskipun hanya diikuti oleh satu peserta.

Dalam posisi seperti itu, sekiranya tentu akan muncul satu pertanyaan yang nampaknya harus di jawab oleh Kiki sebagai satu-satunya peserta lomba. "Apa yang mungkin dilakukan kiki jika dalam perlombaan itu hanya ia yang menjadi peserta?" Maka tidak aneh kalau Kiki sebagai satu-satunya peserta akan menjawab, "Ya sudahm kalau memang cuma saya, saya tetap melaksanakan perlombaan itu, meskipun mungkin akan lebih santai, tidak perlu terburu-buru, tidak perlu cepat, mampir warung dulu ah jajan es, yang penting kan sampai garis finish."

Gimana sudah paham belum dengan ilustrasi diatas? kalau belum, akan saya perjelas lagi. Mari kita bawa dalam konteks keberagamaan, bahwa dalam tulisan sebelumnya penulis telah menyinggung tentang isu Kristenisasi, bahwa isu tersebut disinyalir (oleh beberapa kalangan umat Islam) sebagai salah satu faktor semakin menurunnya jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya salah, akan tetapi bukan juga sepenuhnya benar.

Coba buka kembali firman Allah Q.S Al-Baqarah: 148 yang artinya kurang lebih -: "Dan setiap umat memiliki kiblat masing-masing yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Dimana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu".

Misal penulis katakan, Allah pun sedang mengadakan event lomba. lomba apa? bahwa Dia sedang mengadakan event "Lomba Berbuat Baik". Kalau memang demikian yang Allah inginkan, maka pertanyaanya adalah, "lantas siapa peserta lomba kebaikan tersebut?" Kemudian penulis coba hubungkan dengan Q.S Hud ayat 118 yang mengisyaratkan bahwa jika Allah mau, maka Dia sangat mungkin menjadikan manusia ini menjadi umat yang satu. Meskipun pada kenyataannya justru kita temukan di dunia ini banyak sekali perbedaan, termasuk agama.

Nah, mari kita renungkan. disatu sisi Allah menghendaki keberagamaan, dan disisi lain Allah mengadakan event "lomba berbuat baik". Maka akan ketemu titik antara keduanya. Untuk mengaakan lomba, maka sudah seharusnya pesertanya tidak hanya satu, bahwa semakin banyak peserta maka semakin tinggi pula tingkat kompetisinya. Semakin banyaknya keberagamaan agama, maka bukankah itu cukup menjadi alasan untuk masing-masing agama dapat berusaha semaksimal mungkin dalam memenangkan event lomba tersebut?

Maka, berdasar pemahaman diatas (tentang Lomba Berbuat Baik), penulis kemudian kurang sepakat jika kita sebagai umat Islam menolak upaya Kristenisasi yang telah dibahas pada tulisan sebelumnya, apalagi penolakan itu dengan menggunakan cara kekerasan. Apa salahnya jika mereka memang berniat membantu orang miskin? Apa salahnya jika - katakanlah - mereka memang punya maksud mengkristenkan orang-orang miskin melalui pemberian bantuan-bantuan? lantas apa salahnya jika yang dibantu mengikuti keyakinan orang yang memabntu dan memperhatikan hidup mereka?

Coba kita tanya pada diri kita, "benarkah sikap kita yang membenci umat lain yang sedang berdakwah? benarkah kita (dengan membawa dalih agama) melakukan intimidasi terhadap mereka yang berbeda dengan kita? Apakah dibenarkan pula kita mengahalangi orang lain berbuat baik mengatasnamakan agama mereka, sementara di agama kita sendiri menyuruh hal yang sama?"

Jika kita yang mengaku beragama memahami betul esensi dar event lomba ini, maka kita tidak seharusnya menjadikan kebaikan dan kesuksesan umat agama lain dalam dakwah sebagai sesuatu yang perlu dibenci dan dihilangkan. Melainkan bisa kita jadikan - semacam - pemicu untuk kita bisa lebih baik dari mereka, motivasi untuk kita bisa lebih sukses dari pada mereka. Jadi, bukan kemudian mencaci mereka, menuduh mereka sedang menyesatkan umat Islam atau istilah lain yang pada dasarnya itu negatif. Ya, kalau memang kita dapati bahwa menyantuni itu bisa menjadi salah satu metode dakwah yang efektif, kenapa kita tidak mencoba meniru?????

Pada akhirnya, satu hal yang tidak boleh terlupa oleh kita sebagai manusia adalah bahwa kita saat ini masih dalam situasi bertanya-tanya. Kita bisa katakan, sudah rajin sholat, rajin puasa. akan tetapi. tidak ada yang bisa memastikan bahwa ibadah dan penghambaan kita kepada Allah tersebut bisa benar-benar menjadi jaminan kita kelak mendapat tempat terindah disisi-Nya. Kita sekarang masih dalam proses mencapai garis finish. Bisa jadi yang sekarang diurutan paling belakanglah akan tampil sebagai pemenang. Sebaliknya, yang sekarang berada diurutan paling depan tidak menutup kemungkinan diakhir lomba justru sampai garis finish yang paling akhir, atau bahkan bisa jadi tidak pernah mencapai garish finish.

Oleh karena itu, sudah selayaknya kita sadari bahwa ada skenario perlombaan yang sedang Allah jalankan dalam penciptaan keberagamaan agama. Kesadaran atas adanya perlombaan ini penting, setidaknya untuk memastikan agar kita tidak santai-santai saja, bahwa kompetisi berbuat baik ini tidak hanya kita saja pesertanya, dan sudah barang tentu di dalam event perlombaan tidaklah dibenarkan untuk melakukan tindakan-tindakan curang, yang dalam hal keberagamaan agama salah satu kecurangannya adalah dengan menjegal agama lain untuk memenangkan agamnya sendiri. Wallahu a'lam.

Wassalamu'alaikum wr.wb


Sumber : Ahmad Muzakkil Anam. Puzzle-puzzle Keilmuan. Yogyakarta: Azyan Mitra Media. 2019
Share:

Minggu, 03 November 2019

"Opo ae manut kue? : Sentimen Keirian"





Assalamu'alaikum wr. wb

Pernah tidak kita merasa benar, bersikap keras dan menantang terhadap sesuatu yang berbeda dari kita? padahal belum tentu yang berbeda dari pandangan kita adalah sebuah kekeliuran, atau mungkin kita sudah terjangkit "sentimen keirian". hah? Sentimen keirian itu apa? kok baru dengar istilah itu. hem jadi gini...

Sentimen keirian semacam adanya rasa iri melihat orang yang berbeda itu memiliki sesuatu yang lebih dari kita, dan kemudian membuat iri itu semakin tinggi saat kita merasa psimis untuk bisa melakukan apa yang mereka lakukan. Misalnya saat kamu menemukan bahwa temanmu bisa bernyanyi dengan sangat bagus, sementara kamu tidak.Jangan lantas kamu mencari-cari dalil yang pada akhirnya kamu gunakan untuk menghukumi temanmu, bahwa menyanyi itu haram. Artinya apa? bisa jadi kebencian kita terhadap satu pihak itu disebabkan atas keirian pribadi kita, iri atas kebaikan yang dimiliki orang lain sementara kita tidak mampu melakukan itu.

Secara sederhana, kata sentimen bisa kita pahami sebagai sikap yang didasarkan pada perasaan yang berlebih-lebihan terhadap sesuatu. sementara iri adalah sikap tidak suka melihat kelebihan orang lain. Artinya, sentimen keirian adalah sikap berlebih-lebihan terhadap kelebihan yang dimiliki orang lain. Parahnya tidak hanya berhenti pada sikap tidak suka saja, melainkan sampai pada upaya-upaya kurang terpuji untuk menjatuhkan orang lain yang memiliki kelebihan.

Sebagaimana contoh diatas, misalnya mengaharamkan musik, yang mana pengharaman tersebut tidak selalu pure bahwa memang hukumnya haram, melainkan karena motif pribadi yaitu ketidakmampuannya dalam bermain musik sehingga dicarikan legitimasi agama yang diarahkan pada pengharaman musik. Contoh-contoh lainnya bisa juga kita amati dalam kehidupan keseharian kita, buanyaak buanget hahaha.

Lalu apa dalam hal beragama, sentimen keirian juga bisa muncul? jawabnya tentu sangat bisa sekali. Yakni perasaan tidak suka yang amat berlebihan melihat pemeluk agama lain memiliki kelebihan dari kita. Kelebihan ini bisa berupa apa saja yang sekiranya memang memunculkan perasaan ketidaksukaan, bisa materi, bisa perbuatan baik atau bahkan keirian melihat kesuksesan dakwah agama lain. Nah, pada bagian terakhir ini sentimennya tinggi, misalnya jika agama lain sukses dalam berdakwah yakni mampu mengajak yang belum seagama agar mau memeluk agama yang sama, mengindikasikan bahwa akan ada agama lain yang kemudian "kecolongan" umat, heuhueu

Misalnya ada kasus, misalnya, jangan bully saya lurd hahaha.. berkurangnya jumlah agama Islam adalah karena maraknya misi Kristenisasi yang diantara salah satu metodenya adalah memberi bantuan-bantuan kepada orang-orang miskin yang lama kelamaan kemudian mereka diajak untuk meninggalkan agama Islam dan berpindah agama, misalnya.

Lalu ditanya, ini salah siapa? ingat, jangan mudah menghakimi. Mari kita perhatikan, apakah salah jika umat Kristen berdakwah menggunakan metode "memberi"? ataukah juga salah jika kemudian yang diberi pun mau mengikuti ajakan yang memberi perhatian penuh kepada mereka? Sebagian umat Islam mungkin akan mengatakan bahwa keduanya salah, terlebih umat islam yang menukar keimanannya dengan perkara dunia. Sedangkan pihak yang memberi bantuan lantas dibenci dan disudutkan, dan pada tahap lebih lanjut tidak jarang mereka diperlakukan sekehendak hati dengan alasan yang menurut saya sangat absurd, yakni membahayakan umat Islam. Pertanyaannya, sejak kapan kebaikan justru membahayakan agama?

Misalkan anda diajak aksi tolak Kristenisasi, bahkan sampai tindakan pengusiran, lalu apakah ada jaminan bahwa umat Islam yang miskin yang telah dibantu oleh umat non-Islam itu akan ditanggung kebutuhannya oleh umat Islam lainnya? ataukah kita hanya berkepentingan cukup mengusir saja dengan menyombongkan diri "yang penting kita sudah menyelamatkan aqidah mereka", adapaun yang kondisi ekonomi mereka yang sulit, kita tidak melakukan hal-hal yang konkret untuk membantu, dan lagi-lagi hanya bisa mengatakan "rezeki itu sudah diatur oleh Allah, setiap orang punya rezeki masing-masing." begitukah?

Saya merasa kurang setuju jika kita sebagai umat Islam adalah mengahrdik, memojokkan atau bahkan sampai melakukan tindakan-tindakan tidak terpuji (misalnya intimidasi sampai pengusiran) terhadap kelompok lain yang notabennya sedang menjalankan perintah agamanya. Tapi ketidaksetujuan ini pun juga berarti saya menuruh kita sebagai umat Islam untuk tidak berbuat apa-apa.

Begini, ada pertanyaan "Dalam hal berkurangnya pemeluk agama Islam di Indonesia ini, kenapa kita harus mencari "kambing hitam?" kenapa tak coba kita cari apa yang sebenarnya salah atau mungkin kurang pas dalam diri kita? Saya contohkan seperti ini. Ada sebuah warung makan yang sangat mewah dengan segala fasilitasnya yang sangat mewah pula. Menu yang spesial, eskterior yang glamor, keistimewaan yang ditampilkan ini setidaknya menjadi alasan bagi kita untuk mengatakan bahwa memang warung makan ini "sempurna".

Namun, kesempurnaan ini akan menjadi aneh jika kita menemukan adanya orang-orang yang awalnya sudah menjadi bagian  dari Warung Makan yang sempurna ini, tiba-tiba mau keluar dan justru lebih memilih warung makan lain yang dalam pandangan kita kurang baik.Akan muncul banyak pertanyaan memang, ini akan menjadi pekerjaaan yang harus kita (sebagai umat Islam) jawab bersama-sama. Bahwa jika dalam pandangan kita bersama bahwa agama Islam merupakan agama paling sempurna, lantas kenapa masih ada saudara-saudara kita yang dengan sukarela keluar dari agama Islam?

Balik lagi ke warung, jadi kenyang haha mantap. Bukan sperti itu, kalau kita jadi pemilik warung makan yang sempurna tadi, apa yang akan kita lakukan? mencari-cari kesalahan warung lain? mencari kambing hitam? atau mencari jarum ditumpukkan jerami?? ahaha gak nyambung. Seharusnya akan muncul evaluasi, misalnya tentang pengelolaan warung makan, apakah pelayanan kita kurang terhadap pelanggan? Mencari apa yang salah dalam diri kita inilah yang menjadi sangat penting untuk dilakukan. Bukan malah mencari kesalahan-kesalahan pihak lain, tidak lantas mengatakan, "ah warung sana pakai jimat, warung sana pakai guna-guna atau apalah sekiranya kita bisa mengatakan bahwa itu salah mereka."

Jika sikap mencari-cari kesalahan pihak lain ini dibarkan berlarut-larut. Maka bisa jadi ini secara tidak langsung mengkonfirmasi mulai munculnya "sentimen keirian" dari umat Islam terhadap agama lain. Jika kita memang sedang iri, bukankah tanpa sadar kita juga telah menerima dan mengkonfirmasi bahwa mereka yang menjadikan kita iri itu lebih baik dari kita? Bagaimana bisa? why not? hahaha bukankah iri adalah sikap tidak suka melihatb pihak lain memiliki kelebihan? Artinya, dalam sikap iri kita, sebenarnya tertanam sikap mengagumi pihak yang membuat kita iri. Semakin kita iri, semakin kita akui bahwa yang membuat kita iri itu lebih baik dari kita. Wallahu a'lam

Wassalamu'alaikum wr. wb

Sumber : Ahmad Muzakkil Anam. Puzzle-puzzle Keilmuan. Yogyakarta: Azyan Mitra Media. 2019
Share:

Sabtu, 02 November 2019

Agama Berpikir, Berpikir Agama







Assalamu'alaikum wr.wb

Malam minggu katanya, malam yang "dibilang" istimewa oleh kawula muda. Gimana tidak, yang sedang pacaran biasa jalan2 keluar kalau ga hujan, kalo ga ldr, yang sudah berkeluarga keluar dengan anak dan istrinya, ditambah lagi besuknya hari minggu yang umumnya pada libur. Syahdu lah.

Seperti malam ini, saya sedang main-main, cuma ngopi sama numpang wifi tepatnya di cafe dekat kos. Disini saya akan bercerita, saya menemui dua orang pelanggan yang juga sedang nongkrong di cafe ini. Mereka sama-sama memesan ayam geprek, mungkin dikosan tidak sempat masak. jadi gini, hahaha. Sebut saja mereka Khafid dan Wahyu. Mereka memesan ayam geprek dengan bumbu saus yang asing bagi keduanya. Setelah mereka memakan makanan yang mereka pesan itu, keduanya memiliki penilaian yang sama. Bahwa Khafid mengatakan enak, dan Wahyu juga mengatakan makanan yang telah mereka makan memiliki rasa yang memang enak.

Meskipun secara penilaian keduanya sama, namun pasca-penilaian yang mereka tunjukkan nyatanya berbeda. Khafid tidak penasaran dengan makanan yang dia katakan lezat itu, ia hanya cukupkan pada keyakinan bahwa tempat dimana mereka makan adalah cafe yang terkenal, maka wajar dan memang sudah seharusnya jika makanan yang disajikan pasti enak. Berbeda dengan Khafid, Wahyu yang juga memiliki penilaian yang sama dengan Khafid terkait makanan yang sama-sama mereka makan ternyata tidak mencukupkan diri hanya meyakini bahwa enaknya makanan yang mereka makan adalah kewajaran dari cafe yang terkenal, dia sangat penasaran dengan makanan yang baru saja dimakan dengan Khafid, terutama penasaran dengan bumbu sausnya. Akhirnya, dari rasa penasaran itulah, dia memberanikan diri untuk bertanya kepada koki yang ada di cafe tersebut, dan anggap saja pada akhirnya Wahyu berhasil mendapatkan resep dari bumbu saus ayam geprek yang enak itu.

Pertanyaan kemudian, manakah yang lebih beruntung? Apakah Khafid yang hanya dapat mencicipi ayam geprek dengan saus llezat? ataukah Wahyu yang disamping mencicipi ayam geprek yang lezat itu juga pulang dengan membawa resep bumbu saus ayam geprek yang telah ia nikmati? Tentulah Wahyu dalam hal ini lebih beruntung dari pada Khafid. Keberuntungan Wahyu kali ini tentu dikarenakan dia mau berpikir dan bertanya perihal ayam geprek itu, tidak seperti Khafid yang tidak mendapat apa-apa selain perut kenyang.

Apa yang bisa kita ambil pelajaran dari kisah Khafid dan Wahyu diatas? Setidaknya kita harus jujur mengatakan bahwa berpikir dan menanyakan sesuatu pada akhirnya tidak selalu bermakna "meragukan" apa yang sedang ditanyakan. Karena nyatanya, ada pertanyaan yang dilatarbelakangi motif ketertarikan yang teramat besar.

Dalam beragama pun demikian, adalah terlalu dini jika menuduh orang yang sama-sama beragama dengan mengatakan mereka "meragukan" ajaran-ajaran agama hanya berlandasakan pada anggapan bahwa bertanya berarti ragu. Karena bertanya nayatanya bisa bernilai positif, karena dalam setiap pertanyaan terkandung nilai-nilai kebenaran baru yang bisa jadi tidak akan muncul jika kita tidak mau pertanyakan dari awal. Begitu nggih kawan-kawan wkwkwk. Wallhua a'lam.

Wassalamu'alaikum wr.wb

Sumber : Ahmad Muzakkil Anam. Puzzle-puzzle Keilmuan. Yogyakarta: Azyan Mitra Media. 2019
Share:

TERJEMAHKAN BLOG INI

PENGUNJUNG SAAT INI