Jumat, 15 Maret 2019

Hakikat Traveling / Wisata




Assalamu'alaikum Wr. Wb

Aktivitas traveling saat ini semakin banyak digemari terutama oleh kalangan muda. Mereka sebagai generasi zaman now berlomba-lomba  untuk menjelajahi berbagai tempat di berbagai daerah yang ada di bumi ini. Mendatangi berbagai tempat asing, tak hanya untuk liburan / wisata, tetapi juga demi mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.

Dalam bahasa Indonesia, traveling diartikan sebagai aktivitas melancong, berpindah dari suatu ke tempat yang lain dengan alasan bisnis, liburan, dan sebagainya. Kita juga bisa menyebut traveling sebagai cara untuk membuka wawasan dan memperluas pengetahuan dalam mengunjungi tempat baru atau tempat yang sudah kita kenal dengan mencoba berinteraksi dengan objek sekitar kita.

Hal ini merupakan sesuatu yang positif. Terlebih dalam Islam, traveling memang dianjurkan jika dalam melakukan traveling, manusia akan semakin bersyukur dan mendapatkan banyak hikmah serta pelajaran dari berbagai tempat yang mereka kunjungi dan bisa juga dari berbagai kejadian yang dihadapinya di perjalanan. Pentingnya traveling juga disinggung dalam beberapa ayat Al-Qur'an, hal ini menandakan bahwa traveling bukanlah sekedar aktivitas biasa ataupun sekedar mengisi waktu luang.

Diantara ayat-ayat Al-Qur'an tentang traveling adalah sebagai berikut :
1. Al-Qur'an Surat An-Naml ayat 69 :
قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ الۡمُجۡرِمِیۡنَ
Tafsir Al Misbah : Wahai Muhammad, katakan kepada mereka, "Berjalanlah sampai keujung dunia, lalu perhatikanlah bukti-bukti sejarah yang ditinggalkan oleh orang-orang pendusta yang di azab Allah, agar kalian dapat mengambil pelajaran yang membuat kalian takut akan azabnya.

2. Al-Qur'an Surat Luqman ayat 31 :

اَلَمۡ تَرَ اَنَّ الۡفُلۡکَ تَجۡرِیۡ فِی الۡبَحۡرِ بِنِعۡمَتِ اللّٰہِ لِیُرِیَکُمۡ مِّنۡ اٰیٰتِہٖ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیٰتٍ لِّکُلِّ صَبَّارٍ شَکُوۡرٍ
Tafsir Al-Jalalain : (Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya bahtera itu) kapal itu (berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepada kamu sekalian) hai orang-orang yang diajak bicara dalam hal ini (sebagian dari tanda-tanda kekuasan-Nya.
Sesungguhnyaa pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda) yaitu pelajaran (bagi semua orang yang sangar bersabar) di dalam menahan diri dari perbuatan-perbuatan maksiat yang dilarang Allah (lagi banyak bersyukur) atas nikmat-nikmat-Nya.

Dari kedua ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Allah menganjurkan kita untuk traveling dengan catatan ada pelajaran atau hikmah yang diambil dari hal tersebut. Bukan niat traveling dengan tujuan keburukan atau mengharapkan suatu hal dari tempat-tempat yang dikeramatkan, itu merupakan hal yang keliru. Salah satu contoh bentuk traveling adalah misalnya kegiatan mendaki gunung. Sebenarnya diatas puncak gunung itu seperti apa dan terdapat apa saja disana. Sebuah pengalaman baru yang hanya bisa dinikmati dari ketinggian.

Dengan contoh pendakian gunung, itu merupakan suatu traveling atau berwisata dengan tujuan merenungi keindahan ciptaan Allah SWT. Menikmati indahnya alam nan agung sebagai pendorong jiwa manusia untuk menguatkan keimanan terhadap ke-Esaan Allah serta memotivasi menunaikan kewajiban hidup. Ini juga membantu merefreshing jiwa guna untuk memulai semangat kerja baru.

Kemudian ada lagi, yang sedang trend yaitu wisata religi. Wisata kok religi? Religi kok wisata? bagaimana bisa mencampuradukkan keduanya?? Saya kira itu cuma masalah penyebutan, mungkin wisata religi adalah bepergian dengan niatan ziarah ke makam para wali, atau ke makam orang-orang yang sangat dekat dengan Allah dalam ketaqwaannya. Kemudian setelah itu barulah merefreshing jiwa dan pikiran mereka dengan hal-hal yang meneynangkan dan bermanfaat. Masih salahkah dengan penyebutan itu?

Jika penyebutan wisata religi masih dipermasalahkan, tentu masih mendingan wisata religi dari pada wisata yang tanpa adanya religi sedikitpun disitu. Misalnya wisata yang hanya menghambur-hamburkan uang untuk belanja, foya-foya dan mungkin akan menjerumus kearah hal yang tidak baik. Tapi kita juga tidak boleh menganggap remeh tentang pergeseran bunyi bahasa, yang mungkin bisa merubah suatu hal yang awalnya dilarang sedikit demi sedikit menjadi dibolehkan. Jangan sampai itu terjadi.

Seperti dalam hadis Nabi, bahwa nabi menjelaskan bahwa diakhir zaman akan muncul orang-orang yang ingin mengelabuhi sesuatu yang haram dengan merubah namanya. Abu Malik Al-Asy'ari berkata, bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda :
ليشربن ناس من أمتي الخمر يسمونها بغير اسمها
"Sesungguhnya, akan ada orang-orang dari umatku yang meminum khamr, mereka menamakannya dengan selain namanya". (HR. Abu Daud no. 3688, An Nasai no. 5658, Ibnu Majah no. 3384 dan Ahmad 4: 237).

At-Turbasyti menjelaskan, "Mereka sengaja menutup-nutupi nama khamar dengan nama nabidz (sejenis minuman yang sebenarnya bukan khamar)". Ibnu Malik mengatakan, "Mereka ingin menikmati khamar tersebut dan sengaja mengubah namanya menjadi nabidz yang hukumnya mubah. mereka hanya ingin mengelabui. Padahal kita harus melihat hakikatnya bahwa setiap yang memabukkan itu haram (apapun namanya)". (Lihat 'Aunul Ma'bud 10:110).

Lantas ketika sudah demikian langkah kita adalah kembali kepada hakikat tujuannya, ketika wisata religi yang dilakukan dengan tujuan yang salah, meskipun namanya terdengar baik maka tetap dihukumi tidak benar. Tetapi jika wisata religi yang dimaksud dengan niat ziarah, mengambil hikmah dan pelajaran maka penamaan tersebut boleh-boleh saja.

Terakhir kalinya, bertravelinglah kemanapun kamu inginkan dengan niat mendapat pengalaman-pengalaman baru, pengetahuan, hikmah dan sebagainya dengan harapan menjadikan iman kita semakin kuat serta meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Jangan hanya mengurung diri di kamar, keluarlah.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Share:

1 komentar:

TERJEMAHKAN BLOG INI

PENGUNJUNG SAAT INI